(Chapter 4) G.R.8.U

img1451909176242

Chunniest Present

^

G.R.8.U

(Chapter 4)

^

Main Cast :

Leo or Jung Taekwoon (VIXX) – Kim Taehyung as V or Jung Taehyung –

Park Jiyeon (T-ARA)

^

Support Cast :

All member VIXX and BTS – Joy as Park Sooyoung (Red Velvet) –

Kim Mingyu (Seventeen) – Kim Dahyun (Twice)

^

Guest :

Park Sojin (Girl’s Day)

^

Genre: Familly, drama, romance, comedy | Length: Chapther

^

Disclaimer : Ini cerita murni keluar dari pemikiran author. Jika ada kesamaan cerita itu hanyalah kebetulan belaka karena plagiat bukanlah sifatku. Aku juga memperingatkan jangan mengkopi cerita ini karena sulit sekali membuat sebuah cerita jadi mohon HARGAILAH!!!

^

DON’T BE A SILENT READERS!!!!!

^

^

Minggu pagi semua anggota keluarga Kim sudah berkumpul untuk sarapan kecuali putra sulung di keluarga ini. Yuri tersenyum melihat Mingyu dan Dahyun terlihat sangat lahap.

Tatapan Dahyun beralih pada sebuah pintu yang tak jauh dari ruang makan. Pintu itu sedikit terbuka sehingga terdengar suara Ravi yang tengah berbicara lewat telpon.

“Apakah Ravi Oppa berada di rumah?” Tanya Dahyun berusaha menyembunyikan kesenangannya.

“Iya, sejak tadi dia berada di dalam sana.” Jawab ibunya.

“Untuk apa kau menanyakannya Dahyun-ah? Lagipula jangan memanggilnya Oppa. Hanya aku Oppamu.” Sahut Mingyu.

“Aishhh…. Meskipun Ravi Oppa melarangku memanggilnya seperti itu, tapi tetap saja dia kakak kita Oppa.”

“Dahyun benar Mingyu-ah. Jadi bersikaplah hormat padanya.” Setuju Yuri.

“Cihh… Untuk apa bersikap hormat pada seseorang yang tak bisa menghormati kita. Aku sudah kenyang. Aku pergi sekarang eomma. Seokmin sudah menungguku.” Minggyu bangkit berdiri lalu melambaikan tangannya pada ibunya dan tak lupa mencium sekilas puncak kepala adiknya.

“Sudah eomma jangan dengarkan Mingyu Oppa. Dia pasti hanya iri dengan Ravi Oppa.”

Yuri hanya mengangguk dan mereka melanjutkan acara sarapannya. Tidak berselang lama, Dahyun sudah berada didapur membersihkan piring-piring kotor, sedangkan ibunya mulai menggeluti hobinya di setiap hari minggu yaitu berkebun.

Dahyun bersenandung kecil menyanyikan lagu EXO yang saat ini sedang populer dikalangan teman-teman sebayanya. Suaranya berhenti ketika mendengar langkah kaki.

“Tumben eomma cepat sekali memanjakan bunga-bunganya eoh?” Tanya Dahyun sebelum langkah itu sampai di dapur.

Namun gadis itu segera terdiam saat melihat Ravi berdiri seraya menatap dingin padanya.

Mianhae Oppa, kupikir eomma yang datang.” Dahyun tersenyum lebar pada lelaki yang terdiam mematung itu.

Kaki Ravi melangkah mendekati Dahyun lalu kedua tangannya mengunci Dahyun dalam tubuhnya.

“Apakah ada kata-kataku yang tidak kau mengerti tempo hari huh?” Suara bass Ravi mengeluarkan aura dingin lelaki itu.

“Aku mengerti tapi Oppa lebih tua dariku jadi aku akan tetap memanggilmu Oppa.”

Salah satu sudut bibir Ravi terangkat. “Apakah kau menyukaiku Dahyun-ah?”

Seketika mata Dahyun membulat mendengar pertanyaan itu.

“Aku tahu selama kau selalu mengamatiku. Jadi benar kau menyukaiku?”

A-aniyo Oppa, aku…”

Tangan Ravi menyibakkan rambut Dahyun ke belakang telinganya yang memerah.

“Apa telingamu selalu memerah jika kau berbohong Dahyun-ah?”

Dahyun tak bisa berkutik lagi karena ucapan Ravi memang benar. Selama ini gadis itu memiliki rasa melebihi perasaan seorang adik pada kakaknya. Tangan Ravi turun dan mengangkat dagu gadis itu.

“Kau pikir dengan perasaanmu itu aku bisa berbaik hati padamu? Sayang sekali adik kecilku tapi aku jadi semakin muak melihatmu.”

Perkataan yang sangat pedas itu seakan meremas-remas hati Dahyun. Selama ini Ravi memang tidak pernah bersikap baik padanya tapi kali ini ucapan itu sudah menghancurkan dunianya.

“Kuharap kau mengerti dengan ucapanku.” Ravi berbalik meninggalkan Dahyun yang masih berdiri mematung.

 

G.R.8.U

 

Jiyeon terpana dengan mulut yang terbuka saat melihat pemandangan tidak lazim di hadapannya. Tampak Taekwoon tertawa lepas bermain tangkap-tangkapan dengan anak-anak.

Awalnya Jiyeon ragu mengajak Taekwoon ke panti asuhan yang selalu Jiyeon kunjungi di hari libur. Tapi keraguan itu menguap melihat betapa asyiknya anak-anak bermain bersama Taekwoon. Bahkan Jimin adiknya tak pernah mau jika diajaknya kemari.

“Kekasihmu terlihat sangat baik sayang.”

Jiyeon tersadar dari lamunannya dan menoleh melihat kepala panti asuhan juga melihat apa yang gadis itu lihat.

“Kau salah paham ahjuma. Dia bukan kekasihku. Kami hanya berteman.”

“Benarkah? Tapi kulihat sejak kalian datang lelaki itu selalu melirik ke arahmu. Aku rasa dia namja yang tepat untukmu sayang.”

Seketika kedua pipi Jiyeon merona merah mendengar penuturan wanita yang sudah menginjak usia 55 tahun itu.

“Aku akan menyiapkan cemilan untuk anak-anak.” Jiyeon berusaha kabur dari pembicaraan tentang kekasih yang tepat untuknya.

“Akhirnya aku menangkapmu.” Seru Taekwoon menangkap seorang gadis kecil yang terlihat menjerit keasyikan.

Taekwoon merebahkan tubuhnya di lantai karena merasa lelah. Bermain dengan anak-anak selama 1 jam sudah menguras banyak tenaganya.

“Apakah semua sudah lelah bermainnya?” Tanya Jiyeon yang keluar dari dapur dan melihat anak-anak mengikuti Taekwoon rebahan di lantai.

Ne eonnie.” Jawab anak-anak serempak.

“Kalau begitu saatnya cemilan dan susu.”

Mendengar dua kata kesukaan anak-anak, mereka segera bangkit dan berlari ke meja makan. Taekwoon terduduk lalu tersenyum melihat betapa energiknya anak-anak itu.

“Mau bergabung Taekwoon-ssi?” Tawar Jiyeon mengulurkan tangannya.

“Tentu saja.”

Taekwoon meraih tangan Jiyeon untuk berdiri dan mengukuti anak-anak menuju meja makan. Dia duduk di samping kepala panti asuhan. Sedangkan Jiyeon kembali di dapur mengambil cemilan berupa biskuit kecil dengan bentuk-bentuk lucu yang sudah dibuatnya tadi pagi beserta beberapa gelas susu putih.

Gadis itu menaruh beberapa piring cemilan di meja lalu membagikan gelas susu satu persatu. Setelah selesai Jiyeon duduk disamping Taekwoon dan menikmati susunya sendiri. Taekwoon mengambil biskuit dengan bentuk kepala panda.

“Kau yang membuatnya sendiri?” Tanya Taekwoon.

Ne. Aku selalu membuatnya untuk anak-anak.”

“Jiyeon sangat pintar memasak. Setiap minggu dia selalu membuat masakan yang enak untuk dinikmati anak-anak.” Sahut Nyonya Lee.

Taekwoon meminum susunya seraya tatapannya tak beralih dari Jiyeon. Ingin sekali lelaki itu mengatakan sesuatu pada Jiyeon namun dia harus mencari waktu yang tepat. Dan saat ini bukanlah waktu yang tepat apalagi mereka sedang di kelilingi anak-anak.

 

G.R.8.U

 

Taehyung mendengus kesal menatap ponselnya. Sudah puluhan kali sejak tadi pagi lelaki itu berusaha menghubungi Jiyeon, namun tak satu pun diangkat gadis itu. Lelaki itu merutuki dirinya yang tidak mengetahui alamat rumah Jiyeon. Jika saja dia tahu, lelaki itu pasti akan segera meluncur kesana.

Akhirnya Taehyung keluar dari kamarnya dan mendengar rumah yang sunyi. Dia menuruni tangga dan melihat salah satu pelayan tengah membawa selimut yang sudah dilipat rapi.

Ahjuma, hari minggu begini kenapa terlihat sepi? Dimana eomma dan abeoji?” Pertanyaan Taehyung menghentikan pelayan yang sudah bekerja selama 20 tahun di rumah ini.

“Tuan besar dan nyonya tengah pergi ke Busan untuk beberapa hari.”

“Lalu dimana Taekwoon hyung?”

“Tuan muda Taekwoon pagi sekali tadi sudah terlihat rapi dan keluar rumah. Dia tidak mengatakan apapun.”

Taehyung mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penjelasan pelayan itu.

“Kalau begitu aku juga akan keluar. Aku pergi dulu ahjuma.”

Taehyung segera berlari keluar rumah. Sayang sekali lelaki itu hanya bisa berjalan kaki setelah ayahnya menyita semua fasilitasnya karena masalah pengeluaran dirinya dari sekolah sebelumnya.

Setelah keluar dari gerbang kayu, Taehyung melangkah menuju jalan besar. Lelaki itu meraih ponselnya dan menelpon Suga. Sudah beberapa detik lelaki itu mendengar nada tunggu namun tak kunjung diangkat.

“Pasti hyung pulang pagi lagi. Aku akan mengganggunya.” Usil Taehyung.

Kaki Taehyung melangkah menuju halte dan duduk menunggu bus datang. Matanya melihat sekelilingnya yang tampak ramai. Tatapannya tertumbuk pada seorang gadis yang duduk tak jauh darinya. Meskipun terlihat diam,Taehyung bisa melihat tetesan air mata jatuh ke pangkuan gadis itu.

“Tidakkah kau malu menangis di piggir jalan? Sayang sekali tidak akan akan ada yang mengasihanimu nona.”

Dahyun mendongak mendengar ucapan kasar Taehyung. Gadis itu segera menghapus air matanya dan menatap Taehyung kesal.

“Itu bukan urusanmu.” Ketus Dahyun.

“Aku memang tidak ingin mengurusimu nona. Aku hanya memperingatkanmu tidak akan ada yang mengasihanimu di tempat umum ini. Semua orang hanya memperdulikan dirinya sendiri tanpa melihat sekelilingnya.”

Taehyung berdiri saat melihat busnya datang. “Menangis tidak akan menyelesaikan masalahmu. Jangan menyerah menghadapi kesulitanmu, dengan begitu kau akan bisa melihat jalan keluar dari kesulitanmu itu.” Taehyung menaiki bus meninggalkan Dahyun yang terdiam mendengar ucapan lelaki yang tak dikenalnya itu.

Gadis itu mendongak dan melihat wajah Taehyung tersenyum lebar padanya sebelum bus itu pergi dari hadapannya.

 

G.R.8.U

 

Ravi tengah menikmati buku filsafat di kursi nyaman perpustakannya. Setelah beberapa hari dipusingkan dengan pekerjaannya di perusahaan, lelaki itu memanfaatkan waktu liburnya mendekam di perpustakaan dan membaca buku-buku yang belum di bacanya.

Sebuah deringan telpon mengalihkan keasyikan lelaki itu. Ravi memberi pembatas dan menutup bukunya. Dia berdiri dan menghampiri meja kerjanya. Diraihnya gagang telpon yang terus bernyanyi nyaring. Terdengar suara Seokjin menyapanya.

“Ada apa Seokjin-ssi?”

“Aku menemukan sedikit informasi mengenai Jung Taekwoon.”

Ravi terlihat begitu antusias mendengar ucapan Seokjin.

“Apa yang kau dapatkan?”

“Taekwoon memiliki seorang kekasih bernama Lee Jikyung, putri dari Lee Donghae yang meninggal 5 tahun yang lalu. Dan sekarang dia sedang mendekati seorang gadis dengan wajah yang mirip dengan mendiang kekasihnya itu.”

“Jadi seorang Taekwoon memiliki hati juga. Selidiki gadis yang didekatinya. Apakah kau sudah mengirim seseorang sesuai perintahku?”

“Sudah Sajangnim. Dan dia berhasil bergabung dengan organisasi itu.”

“Kerja bagus. Pantau terus organisasi itu dan jika saatnya tepat aku akan menghancurkan bisnis ilegal itu.” Rencana Ravi.

Gagang telpon itu kembali diletakkan ke tempatnya. Terlihat jelas lelaki itu puas mendengar informasi yang diberitahukan oleh sekertarisnya itu.

“Aku pasti akan menghancurkanmu Jung Taekwoon.” Ucap Ravi mantap.

 

G.R.8.U

 

“Kau tak pernah mengatakan sangat menyukai anak-anak?” Tanya Jiyeon saat berada di mobil Taekwoon.

“Kau yang tak pernah bertanya.”

“Mengapa kau suka anak-anak?”

“Anak-anak sangat polos dan ceria. Itulah yang membuatku suka pada mereka.” Jelas Taekwoon.

“Adikmu pasti beruntung memiliki kakak penyayang seperti itu.”

“Aku rasa tidak.”

Jiyeon menoleh mendengar ucapan Taekwoon. Tatapan Taekwoon berubah sedih dan Jiyeon bisa melihatnya jelas.

“Adikku justru membenciku.”

Waeyo? Kau terlihat seperti kakak yang penyayang bahkan anak-anak di panti asuhan tadi sangat menyukaimu. Bagaimana bisa adikmu sendiri membencimu?”

“Hal itu dikarenakan abeojiku yang selalu membandingkan dirinya denganku. Karena itulah dia membenciku.”

Tangan Jiyeon terulur menyentuh tangan Taekwoon yang menggenggam kemudi. Sentuhan itu mengalihkan tatapan Taekwoon pada gadis yang duduk di sampingnya.

“Aku rasa adikmu tidak membencimu, dia hanya iri padamu. Jika dia tahu kau sangat menyayanginya, dia pasti akan terharu.”

Taekwoon menyunggingkan senyum mendengar masukkan Jiyeon. Mata Jiyeon beralih melihat dari balik jendela jajaran toko-toko kelas atas yang berada di kawasan Gangnam. Tatapan beralih ke arah lelaki tampan yang saat ini tengah mengendarai mobil sedartnya.

“Ke mana kita akan pergi?” Tanya Jiyeon membuka pembicaraan.

“Aku sudah menepati janjiku tadi. Sekarang giliranmu menepati janji.”

Taekwoon perlahan menepikan mobil mewahnya itu. Setelah mematikan mesin mobilnya lelaki itu keluar dari mobil diikuti Jiyeon. Taekwoon menarik tangan Jiyeon memasuki butik sekaligus salon mewah yang tak pernah Jiyeon kunjungi. Seorang wanita menyapa mereka dengan ramah. Sepertinya Taekwoon sangat terkenal hingga wanita itu mengetahui namanya, pikir Jiyeon.

“Bisakah kau menyulap gadis ini, Seoyoung-ah?” Tanya Taekwoon.

Wanita itu menoleh melihat penampilan Jiyeon yang teramat biasa. Celana jeans pudar, kaos pink, sepatu sneaker putih biru serta rambut yang dikucir kuda, sangatlah tidak menawan untuk ukuran seorang gadis sebayanya. Tapi tidak ada yang tidak mungkin bagi salon ini untuk merubah Jiyeon menjadi seseorang yang tidak akan orang lain duga.

“Tentu saja tuan Taekwoon. Ikuti saya nona.” Ucap Seoyoung.

“Tapi Taekwoon-ssi…” Ragu Jiyeon.

“Kau tenang saja. Mereka tidak akan merubahmu menjadi seorang badut.”

“Bukan itu yang aku khawatirkan. Aku tak akan mampu membayar di salon ini.” Suara Jiyeon berubah menjadi lirih namun masih mampu ditangkap telinga lelaki itu.

Taekwoon yang tak menyangka Jiyeon akan mengatakan hal itu. Dia hanya tersenyum tipis lalu mendekati gadis itu.

“Kau tenang saja. Aku yang akan membayarnya. Ini sebagai hadiah karena kau sudah mengajakku ke panti asuhan tadi. Pergilah, aku akan menunggu di sini.”

Jiyeon mengangguk lalu berjalan mengikuti wanita bernama Seoyoung. Sedangkan Taekwoon menuju tempat duduk dan harus menunggu perubahan gadis itu. Dia meraih ponselnya untuk mengecek pekerjaan yang terlupakan itu. Dengan cepat lelaki itu sudah larut dalam pekerjaan tanpa memperdulikan orang-orang yang berlalu lalang melewatinya.

 

G.R.8.U

 

Taehyung menekan bel pintu untuk kesekian kalinya namun tak ada reaksi apapun dari dalam apartement mewah itu. Helaan nafas terdengar keluar dari bibir lelaki itu. Taehyung menekan angka-angka yang menjadi password pintu itu. Terdengar suara pintu terbuka membuat bibir lelaki itu melengkung lebar.

“Tanggal lahir menjadi password. Siapapun pasti bisa masuk hyung.”

Taehyung menggelengkan kepalanya lalu memasuki apartement itu. Baru sampai di pintu mata Taehyung sudah disuguhkan kaleng bir berserakan di mana-mana.

“Jika eomma melihat hal seperti itu aku yakin suara emasnya pasti akan terdengar dengan volume tertinggi.”

Taehyung menggelengkan kepala lalu berjalan menghindari kaleng-kaleng bir itu. Lelaki itu menuju pintu kamar yang menjadi satu-satunya kamar di apartement itu. Saat membuka pintu itu, Taehyung bisa melihat seorang gadis cantik tengah merapikan gaun hitam pendeknya. Gadis itu sudah terlihat cantik lengkap dengan make up.

Tatapan Taehyung berpindah pada Suga yang masih bersarang nyaman di ranjangnya. Gadis itu berjalan menghampiri Taehyung. Kedua tangannya melingkar di leher lelaki itu untuk menggodanya.

“Apa kau teman Suga? Aku ….” Ucapan Sojin tepotong.

“Lepaskan kedua tangan menjijikkanmu itu nona. Aku tidak tertarik dengan tubuhmu.”

Mendengar ucapan ketus Taehyung, Park Sojin langsung melepaskan kedua tangannya dan terlihat cemberut. Gadis itu mengambil tasnya lalu berlalu pergi dengan perasaan kesal karena ditolak Taehyung. Biasanya setiap lelaki akan tertarik dengan tubuh seksi namun tidak dengan anak ingusan ini, pikir Sojin kesal.

Kaki Taehyung melangkah menghampiri ranjang Suga yang acak-acakan. Tampaknya Suga masih terlena dalam mimpinya sehingga tak menyadari Taehyung yang duduk di samping ranjang. Senyuman jahil tertera di wajah lelaki itu. Dia mendekatkan kepalanya pada Suga.

HYUNG!!!” Teriak Taehyung tepat di telinga Suga.

Segera terdengar erangan dari Suga dilanjutkan denga matanya yang mengkerut terbuka saat sinar matahari menyilaukan matanya.

“Taehyung-ah kaukah itu?” Suara Suga terdengar serak.

Taehyung berdiri tepat di depan Suga sehingga lelaki itu bisa melihat jelas sahabatnya itu.

“Aiishhh… Kau ini mengganggu hari liburku saja.” Gerutu Suga terduduk di ranjangnya.

Kulit Suga yang seputih salju terpampang jelas dengan hanya selimut yang menutupi pinggang ke bawah. Lelaki itu mengucek kedua matanya berusaha menyadarkan matanya yang masih mengantuk.

“Bukankah setiap hari adalah hari liburmu hyung? Mengganggumu sehari saja tak masalah bukan?” Taehyung beralih menuju kursi santai di kamar Suga.

“Sekarang tidak lagi Taehyung-ah.”

Tangan Taehyung yang hendak mengambil kaleng bir di meja terhenti mendengar ucapan sahabatnya itu.

“Apa maksudmu dengan ‘tidak lagi’ hyung?”

“Aku tak lagi bisa main setiap hari Taehyung-ah. Aku sudah bekerja di perusahaan abeoji.”

Seketika tawa Taehyung meledak cetar membahana di apartement itu. Dia harus memegang perutnya yang mulai terasa sakit karena terlalu banyak tertawa.

“Kau tidak bercanda kan hyung? Sejak kapan seorang Min Suga si gila main sekarang menjadi si gila kerja?”

“Aku terpaksa melakukannya. Abeoji sedang dalam keadaan tidak baik, jadi aku harus menggantikkannya. Apa yang kau lakukan di sini setelah beberapa hari menghilang seakan sedang sibuk dengan duniamu?” Suga menggaruk-garuk kepalanya.

“Aku kehilangan kontak dengan duniaku. Karena bosan dirumah, jadi aku kemari. Dan tak menyangka malah menemukan gadis yang hendak merayuku.”

“Maksudmu Sojin?” Dahi Suga berkerut.

“Memang kau tidur dengan berapa yeoja hyung?” Taehyung mendengus tak percaya.

“Hari ini hanya satu. Jadi siapa duniamu itu?”

Taehyung terlihat bersemangat hendak menceritakan kekasih paksaannya itu.

“Dia bernama Park Jiyeon. Dia gadis biasa dengan sifat yang penuh keras kepala.”

“Biar aku tebak. Dia menolakmu menjadi kekasihnya. Karena itu kau tertarik padanya.”

“Aaiishhh… Kau merusak ceritaku hyung.”

Kali ini giliran Suga yang tertawa melihat Taehyung kesal.

“Tak kusangka si nakal Jung ini bisa juga jatuh cinta.” Suga hanya terkekeh geli melihat Taehyung merengut kesal.

“Oh ya sore nanti aku akan menghadiri pesta ulangtahun keluarga Bae. Apa kau mau menemaniku?” Tawar Suga.

“Menjadi pasanganmu hyung? Aku rasa tidak. Aku lebih baik bermain saja.” Tolak Taehyung.

“Baiklah. Tapi jika kau berubah pikiran kau bisa menghubungiku. Aku sedang malas membawa gadis ke sana. Para gadis itu pasti akan menampilkan topeng mereka dan mengatakan menjadi tunanganku.”

“Itu resikomu menjadi pemilik perusahaan hyung.” Taehyung bangkit berdiri dan berjalan keluar kamar.

“YA!! Kau mau ke mana?” Seru Suga.

“Makan. Perutku sangat lapar hyung.” Taehyung berlalu keluar kamar.

Sedangkan Suga kembali merebahkan tubuhnya kembali dan menutup matanya membiarkan Taehyung si pengganggu tidurnya lenyap dari apartementnya.

 

G.R.8.U

 

Langkah kaki sepatu heels mengalihkan perhatian Taekwoon dari ponselnya. Matanya melebar dan mulutnya terbuka melihat Jiyeon berdiri di hadapannya dengan canggung.

Rambut jiyeon yang panjang dibiarkan tergerai bergelombang. Gaun berwarna putih silver yang berpotongan pendeng terlihat pas di tubuhnya seakan dijahit khusus untuk dirinya. Sepatu heels berwarna senada menjadi pelengkap di tubuh Jiyeon. Dengan dandanan seperti Jiyeon 100% sangat mirip dengan Jikyung.

Taekwoon berdiri dan perlahan menghampiri gadis yang menunduk malu. Lelaki itu seakan bisa melihat Jikyung kembali dalam tubuh Jiyeon. Jari telunjuk lelaki itu mengangkat dagu Jiyeon yang tertunduk membuat tatapan mereka bertemu. Tak ada ekspresi apapun di wajah Taekwoon membuat Jiyeon tak bisa menebak apa yang dipikirkan lelaki itu.

“Mengapa menatapku seperti itu? Apa aku terlihat aneh?” Gugup Jiyeon.

“Tidak… tidak… Kau terlihat sangat cantik.” Taekwoon menggelengkan kepalanya.

Bibir Jiyeon melengkung mendengar pujian Taekwoon membuat kepercayaan dirinya meningkat.

“Apa kau sudah siap pergi?” Tanya Taekwoon.

“Tapi apa tidak apa-apa jika aku pergi denganmu Taekwoon-ssi?”

“Apa kau takut padaku?” Canda Taekwoon.

Aniyo. Bukan itu. Bagaimana jika aku tak bisa berbaur dalam pesta itu?”

“Tak perlu cemas, aku akan selalu berada di sisimu.”

Taekwoon mengulurkan lengannya yang langsung di sambut Jiyeon.

 

G.R.8.U

 

Pesta ulang tahun Irene yang ketujuh belas sangat meriah. Pesta itu digelar di Lotte Hotel, salah satu hotel paling mewah di Seoul. Para tamu yang berdatangan satu persatu memberi selamat pada sang ratu pesta yaitu Bae Irene.

Para tamu undangan begitu menikmati pesta itu. Namun keramaian bukanlah hal yang disukai Ravi. Namun demi menghormati tuan Bae yang merupakan rekan sesama pebisnis, Ravi mau tak mau harus bertahan dalam pesta itu. Paling tidak sebagai pebisnis baru, Ravi bisa memanfaatkan acara ini untuk mendekati para pebisnis senior lainnya.

Tatapan Ravi tertarik pada seorang gadis yang saat ini tengah mengobrol akrab bersama Irene.

“Saya permisi dulu tuan dan nyonya Lee.” Ucap Ravi meminta diri secara sopan.

Lelaki itu berjalan menghampiri kedua gadis yang saat ini sedang tertawa bersama. Mereka seakan tak memperdulikan keadaan pesta di sekitarnya karena terlalu asyik dengan pembicaraan mereka.

“Permisi Bisakah kita bicara sebentar Dahyun-ssi?” Pertanyaan Ravi menarik perhatian Dahyun dan Irene.

Sebenarnya bukanlah kehadiran Ravi yang membuat Dahyun kaget. Gadis itu sudah tahu jika kakak tirinya itu pasti akan datang ke acara ulang tahun sahabatnya mengingat ayah Irene adalah pemilik perusahaan Bae. Namun Ravi menghampirinya dan mengatakan ingin bicara dengannya bahkan di depan Irene itu adalah hal yang mencengangkan bagi gadis itu.

“Tunggu sebentar ya Irene-ah.” Ucap Dahyun sebelum mengikuti Ravi keluar dari Ballroom tempat pesta diadakan.

Sampai di lorong yang sepi, Ravi menarik Dahyun dan mendorongnya ke dinding. Kedua tangannya mengunci gadis yang memasang wajah kebingungan itu.

“Apa kau berusaha mengikutiku?”

Nde?” Bingung Dahyun dengan pertanyaan Ravi.

“Apa kau berusaha mengikutiku ke pesta ini HUH?”

Dahyun mendengus tak percaya dengan apa yang diucapkan kakak tirinya.

“Aku rasa kau salah paham Oppa. Aku memang menyukaimu, tapi aku bukanlah yeoja tanpa malu yang membuntutimu ke manapun kau pergi. Irene adalah sahabatku dan dia sendiri yang mengundangku kemari. Apa Oppa berpikir aku tidak pantas berada di pesta mewah ini?”

Ravi terdiam seribu bahasa. Perasaan malu mengecamuk di dalam otaknya. Dia merutuki dirinya sendiri karena terlalu percaya diri dengan berpikir Dahyun membuntutinya.

“Sebagai seseorang yang tidak ada apa-apanya, aku rasa kau tidak pantas berada di sini.” Ketus Ravi menyembunyikan rasa malunya.

“Jika kau memang tidak menyukainya, kau bisa mengatakan langsung pada Irene untuk mengusirku Oppa. Tapi sayang sekali, Irene pasti tidak akan mau mengusir sahabatnya sendiri.”

Ravi terlihat kesal dengan meremas tangannya yang masih berada di dinding mengunci tubuh Dahyun.

“Apakah ada lagi Oppa? Jika tidak ada, aku harus kembali ke pesta.”

Dahyun melepaskan tangan Ravi yang mengunci tubuhnya lalu berjalan meninggalkan kakak tirinya itu. Gadis itu kembali ke pesta dan langsung menghampiri sahabatnya Irene. Senyum penuh arti di wajah Dahyun membuat Irene menatapnya penuh tanya.

“Dia mengira aku membuntutinya.” Ucap Dahyun lalu mereka tertawa bersama.

“Aku rasa dia mulai gelisah dengan keberadaanmu Dahyun-ah. Ini merupakan kemajuan bukan?”

Dahyun mengangguk. “Itu semua berkat saranmu Irene-ah. Gomawo. Tapi aku juga harus berterimakasih pada seseorang.”

“Siapa?”

“Entahlah aku tidak tahu siapa dia. Tapi orang itulah yang membuatku tak lagi pantang menyerah.” Dahyun mengingat Taehyung yang ditemuinya di halte bus.

Di depan pintu masuk Jiyeon masih gugup terbukti dari helaan nafas berat yang selalu di keluarkannya. Taekwoon menepuk pelan tangan Jiyeon yang berada di lengannya. Saat ini Taekwoon sudah mengganti pakaiannya dengan Tuxedo hitam lengkap dengan dasi kupu-kupunya, terlihat begitu menawan bagi Jiyeon bahkan mungkin bagi gadis-gadis lain yang melihatnya.

Gwaenchana. Aku akan selalu berada di sampingmu.” Ucap Taekwoon menenangkan gadis di sampingnya.

Jiyeon memaksakan senyuman lalu mengangguk. Petugas hotel membuka pintu besar itu membiarkan Jiyeon dan Taekwoon masuk. Pesta mewah yang dihadiri para ahli bisnis serta teman-teman Irene terlihat begitu mewah. Sebuah roti tart besar bertingkat berdiri di tengah-tengah ruangan. Tart itu didominasi warna kuning yang selalu menjadi warna kesukaan Irene.

Ketika Jiyeon dan Taekwoon berjalan, tatapan dari para lelaki tertumbuk ke arah Jiyeon membuat gadis itu merasa risih.

“Taekwoon-ssi, apa aku terlihat aneh? Mengapa semua orang melihatku?” Bisik Jiyeon.

“Itu karena kau terlihat sangat cantik sehingga menghipnotis mata mereka.”

Kedua pipi Jiyeon merona merah mendengar pujian Taekwoon kedua kalinya.

“Aku akan memperkenalkanmu pada ratu di pesta ini.” Taekwoon menarik Jiyeon menuju seorang gadis yang mengenakan dress kuning gading yang terlihat begitu anggun.

“Selamat ulang tahun Irene-ssi.” Ucap Taekwoon mengalihkan perhatian Irene dari Dahyun.

“Ahh… Tuan Jung. Gamsahamnida.” Tatapan Irene tertuju pada Jiyeon. “Apakah ini kekasih anda?”

Irene membungkuk ke arah Jiyeon dan mengulurkan tangannya. “Annyeong hasseyo. Aku Bae Irene. Akhirnya tuan Jung mengajak seorang gadis kemari.”

Nde?” Bingung Jiyeon.

Irene mendekati Jiyeon dan berbisik di telinga gadis itu. “Biasanya dia akan membawa asistennya kemari.”

Jiyeon hanya tersenyum, ada perasaan senang mendengar dirinya satu-satunya gadis yang di bawa Taekwoon ke acara pesta.

“Kalian membicarakan apa?” Tanya Taekwoon melihat kedua gadis di hadapannya.

“Tidak membicarakan apa-apa tuan Jung. Silahkan nikmati pesta ini. Aku harus menyambut tamu lainnya.” Ucap Irene sebelum meninggalkan Jiyeon dan Taekwoon.

“Apakah ucapan Irene benar? Baru aku gadis yang kau ajak ke pesta?” Tanya Jiyeon penasaran.

Taekwoon menganggukan kepalanya. “Ne. Sesuatu telah merubah kehidupanku dan aku tidak ingin memanfaatkan yeoja-yeoja hanya untuk perhiasanku di depan publik. Karena itu biasanya aku akan membawa sekertarisku, Cha Hakyeon.”

“Sesuatu?” Tanya Jiyeon kembali.

“Lee Jikyung? Jikyung-ah?”

Belum sempat Taekwoon menjawab, tiba-tiba seorang wanita memeluk Jiyeon yang terbengong tak mengenalnya. Wanita itu melepaskan pelukannya dan menangkup kedua pipi Jiyeon.

“Kau masih hidup. Syukurlah. Ini eomma sayang. Apa kau ingat?”

Jeoseonghamnida ahjuma. Tapi aku bukan Lee Jikyung. Namaku Park Jiyeon.” Jiyeon berkata dengan sopan.

“Apa kau tidak ingat eomma sayang? Abeoji juga berada di sini, yeobo katakan sesuatu pada putri kita.”

Seohyun memanggil suaminya yang sedari tadi berdiri termangu. Donghae berjalan tak percaya menghampiri Jiyeon dan menyentuh pipi Jiyeon.

“Jikyung-ah, sudah kuduga kau masih hidup.”

Kepala Jiyeon terasa sakit saat mendengar panggilan itu. Tangannya memegang kepalanya yang terasa berat. Taekwoon menghampiri Jiyeon dan memegang gadis itu agar tidak terjatuh.

“Jiyeon-ah, kau tidak apa-apa?” Cemas Taekwoon namun Jiyeon tak menjawabnya, kepalanya terasa dipukul dengan benda keras.

Ahjuma, ahjushi aku akan menjelaskannya pada kalian nanti. Aku harus membawanya pergi.”

Donghae dan Seohyun hanya menganggukkan kepala melihat Taekwoon menuntun Jiyeon yang terlihat pucat pergi dari tempat itu.

 

G.R.8.U

 

Terdengar suara operator mengatakan jika nomor yang Taehyung tuju sedang tidak aktif. Untuk keseratus kalinya Taehyung menghela nafas karena tak bisa mebghubungi kekasih paksaannya itu.

“Sebenarnya ke mana gadis itu seharian ini? Apa dia tidak mendengar aku menelponnya. AAISHHH…..” Kesal Taehyung menggebrak meja.

Dia melihat semua tatapan pengunjung restoran kecil itu tertuju padanya seakan dirinya tengah mengganggu kenyamanan mereka. Taehyung menampilkan deretan giginya yang putih sebagai permintaan maaf. Ponselnya berdering dan Taehyung dengan semangat mengambilnya.

“Hallo Jiyeon-ah? Ke mana saja kau HUH? Aku seharian menghubungimu.” Cerca Taehyung.

Mianhae aku harus mengecewakanmu Taehyung-ah. Aku bukanlah tuan putri yang kau tunggu-tunggu.”

Taehyung kembali menghela nafas kecewa saat tak mendengar suara Jiyeon melainkan suara Suga.

“Untuk apa menelponku hyung? Aku sedang menanti telpon dari seseorang.”

“Aku hanya ingin memberitahumu berita penting tentang hyungmu.”

Kedua alis Taehyung bertaut mendengar kata ‘hyung‘ disebut oleh Suga.

“Memang ada apa dengan Taekwoon hyung?”

“Kau ingat bukan jika malam ini aku menghadiri pesta ulang tahun keluarga Bae? Sudah kuduga hyungmu pasti akan datang. Tapi dia tidak sendirian?”

Hyung memang selalu bersama asistennya yang cerewet itu bukan?”

“Tapi kali ini hyungmu tidak datang bersama Hakyeon. Dia datang bersama seorang gadis.”

MWO? Siapa gadis itu hyung?” Mata Taehyung melotot mendengar berita tak biasa itu.

“Entahlah. Aku rasa gadis itu bukanlah gadis dari kalangan atas, karena aku tak pernah melihatnya di pesta manapun. Sayang sekali aku tak sempat mengetahui namanya, karena hyungmu langsung membawanya pergi.”

Taehyung terdiam mendengar penjelasan Suga. Selama ini Taehyung tahu kakaknya itu tak pernah menjalin hubungan dengan gadis manapun. Entah apa yang membuat kakaknya menjadi anti gadis. Tapi kali ini dia mendengar kakaknya membawa seorang gadis yang tak diketahui identitasnya datang ke pesta.

“Apa kau mulai menyesal menolak tawaranku tadi Taehyung-ah?” Tanya Suga mengembalikan Taehyung kedalam kesadarannya kembali.

“Tidak hyung. Aku lebih memilih minum-minum sendiri daripada harus menjadi pasanganmu di pesta.”

“Terserah kau saja. Ada yeoja cantik, aku akan beraksi. Sampai jumpa Taehyung-ah.”

Taehyung hanya bisa menggeleng mendengar sifat Suga yang tidak tahan melihat gadis yang cantik. Lelaki itu kembali terdiam mengingat ucapan Suga mengenai kakaknya. Sepertinya gadis itu sangat istimewa untuk kakaknya sehingga bisa meluluhkan hati si pangeran dingin itu. Taehyung penasaran gadis seperti apa yang bisa menaklukkan hati kakaknya.

 

G.R.8.U

 

Di dalam mobil, Taekwoon masih menyetir seraya sesekali menoleh ke samping mengamati keadaan Jiyeon. Gadis itu menghadap ke luar jendela dengan kepala yang disandarkan lemas.

“Apa kau tidak apa-apa?” Tanya Taekwoon memecahkan keheningan.

Mendengarnya, Jiyeon menoleh dan Taekwon bisa melihat wajah gadis itu memucat.

“Apa kau sudah merencanakan hal ini Taekwoon-ssi?” Suara Jiyeon terdengar dingin tidak seperti tadi sebelum kejadian pertemuan dengan keluarga Lee.

Aniyo. Aku tidak tahu jika tuan dan Nyonya Lee ada di sana.”

Jiyeon menundukkan kepalanya manatap kedua tangannya yang tengah dimain-mainkannya.

“Jadi siapa Lee Jikyung? Mengapa kau juga memanggilku nama itu saat pertama kali bertemu?”

Taekwoon tak bisa melihat eskpresi di wajah Jiyeon karena gadis itu menunduk. Perlahan Taekwoon menepikan mobilnya lalu mematikan mesinnya. Lelaki itu menghadap Jiyeon yang terlihat kebingungan.

“Lee Jikyung…. Dia adalah seorang yeoja yang memiliki wajah sepertimu. Dia yeoja ceria yang pantang menyerah.” Ada kesedihan di mata Taekwoon saat menceritakan kekasihnya itu.

“Lalu dimana dia sekarang? Kenapa kau dan kedua orang tua tadi memanggilku Lee Jikyung?”

Wajah Taekwoon terlihat sedih mengingat apa yang terjadi pada kekasihnya itu.

“5 tahun yang lalu dia mengikuti acara sekolah di Busan. Tapi saat berada disana, dia… Dia diculik oleh beberapa orang yang meminta uang tebusan yang sangat banyak pada tuan Lee. Namun hari dimana kedua orangtua Jikyung hendak memberikan uang tebusan, terjadi hal yang buruk.”

Taekwoon mengalihkan pandangannya tak ingin Jiyeon melihat matanya yang berkaca mengingat kejadian yang harus membuatnya kehilangan Jikyung untuk selama-lamanya.

“A-apa yang terjadi?” Tanya Jiyeon.

“Jikyung kabur dari para penculik itu. Entah apa yang terjadi namun kata penculik itu Jikyung terjatuh di sungai deras dan mereka tak bisa menemukannya.”

Jiyeon menutup mulutnya mendengar cerita yang tragis itu.

“Apakah dia benar-benar tak pernah ditemukan?”

Taekwoon menggeleng kepalanya menjawab pertanyaan Jiyeon.

“Aku dan kedua orangtua Jikyung yakin jika Jikyung masih hidup selama kami belum menemukan jasadnya.”

“Jadi kau dan kedua orangtua tadi berpikir aku adalah Jikyung?” Tanya Jiyeon kembali.

“Aku tidak berpikir Jiyeon-ah tapi aku sudah menyelidikinya. Dan kau memanglah Jikyung.”

Tubuh Jiyeon mematung mendengar ucapan Taekwoon. Namun detik berikutnya gadis itu tertawa tak percaya dengan apa yang didengarnya.

“Jangan bercanda Taekwoon-ssi. Aku adalah Park Jiyeon anak dari Park Daeyeon. Aku memiliki akta kelahiran agar kau percaya. Jadi berhentilah menganggapku Jikyung.”

“Akta itu palsu Jiyeon-ah. Sudah kukatakan aku sudah menyelidikinya. Jika tidak aku tidak akan berbicara seperti ini. Jika kau tak percaya kau bisa menanyakan pada abeojimu.”

Tawa Jiyeon lenyap dan mulai ragu. Ucapan Taekwoon seakan meyakinkan dirinya.

“Jika kau memang Jiyeon, apa kau ingat masa kecilmu?” Tanya Taekwoon.

Jiyeon tak bisa menjawabnya karena dirinya memang tidak ingat apapun tentang masa kecilnya. Dia juga tak memiliki foto-foto masa kecilnya.

Abeoji mengatakan jika aku mengalami kecelakaan dan tidak ingat apapun.” Jawab Jiyeon.

“Kapan kecelakaan itu terjadi?”

“15 Mei 2010.”

Taekwoon mengambil sebuah map di bangku belakangnya lalu menyerahkannya pada Jiyeon.

“Jikyung menghilang tepat tanggal 15 mei 2010. Hari yang sama dengan kecelakaanmu. Apakah menurutmu ini kebetulan Jiyeon-ah?”

Jiyeon membaca artikel yang memberitakan tentang hilangnya putri Lee Donghae yang bernama Lee Jikyung yang kabur dari para penculik. Apakah ini kebetulan? Pertanyaan itu juga memenuhi pikiran Jiyeon.

“Kau adalah Jikyung, Jiyeon-ah.” Ucap Taekwoon dengan suara yang melembut.

Jiyeon menggeleng lalu melemparkan map itu pada Taekwoon. “Tidak. Aku adalah Park Jiyeon, aku bukan Lee Jikyung.”

Jiyeon membuka pintu mobil lalu keluar dari mobil Taekwoon. Sang pemilik mobil hanya bisa menghela nafas berat. Semua fakta yang sudah di lemparkan ke arah Jiyeon tak mampu menyadarkan gadis itu jika dia adalah kekasihnya.

Jiyeon terus berjalan dengan perasaan yang tercampur aduk. Di satu sisi, ucapan-ucapan Taekwoon seakan menjawab pertanyaan yang selama ini dianggapnya janggal. Namun di sisi lain dia tidak ingin mengakui jika dia adalah Lee Jikyung karena dia tidak ingat apapun tentang diri kehidupan Jikyung bahkan kedua orangtuanya.

Langkah Jiyeon terhenti saat merasakan kakinya sakit. Dia memang tak terbiasa dengan sepatu berhak tinggi, pikir Jiyeon mendengus kesal. Gadis itu akhirnya melepaskan sepatu itu dan memilih menentengnya. Dia menggelengkan kepalanya tak mau mengusik pikirannya dengan hal-hal berbau Jikyung lagi karena dia adalah Park Jiyeon.

 

~~~TBC~~~

Mianhae baru bisa posting ff ini sekarang. Soalnya liburan sibuk banget jadi ga bisa posting ff ini. Jangan lupa like dan komennya ya…..

5a2970c5cb3969dcf26db42ab2afc94d

2 Comments Add yours

  1. srilira45678 says:

    Jadi jiyeon itu jikyung yang hilang karena lari dri penculik…semoga aja ingatan jiyeon kembali…

    1. chunniest says:

      Ditunggu ja kelanjutannya ya chingu…. gomawo…

Leave a reply to chunniest Cancel reply