(Chapter 5) G.R.8.U

img1454310107343

Chunniest Present

^

G.R.8.U

(Chapter 5)

^

Main Cast :

Leo or Jung Taekwoon (VIXX) – Kim Taehyung as V or Jung Taehyung –

Park Jiyeon (T-ARA)

^

Support Cast :

All member VIXX and BTS – Joy as Park Sooyoung (Red Velvet) –

Kim Mingyu (Seventeen) – Kim Dahyun (Twice)

^

Genre: Familly, drama, romance, comedy | Length: Chapther

^

Previous :

PrologChapter 1Chapter 2Chapter 3Chapter 4

^

Disclaimer : Ini cerita murni keluar dari pemikiran author. Jika ada kesamaan cerita itu hanyalah kebetulan belaka karena plagiat bukanlah sifatku. Aku juga memperingatkan jangan mengkopi cerita ini karena sulit sekali membuat sebuah cerita jadi mohon HARGAILAH!!!

^

DON’T BE A SILENT READERS!!!!!

^

^

Pagi itu seperti biasanya keluarga Park tengah menikmati sarapan. Namun ada yang berbeda dari acara sarapan itu. Bukan mengenai makanan yang dihidangkan namun mengenai sang koki dalam keluarga itu, Park Jiyeon. Gadis yang biasanya mengeluarkan suara lengkingan akan menasihati adiknya untuk makan banyak, hari itu tak terdengar.

Mata Jiyeon tertuju pada ayahnya yang lahap makan. Penjelasan Taekwoon semalam berputar-putar dalam otaknya. Meskipun Jiyeon berusaha untuk tak memperdulikannya tapi tetap saja hal itu mengganggu pikirannya.

Ingin sekali gadis itu menanyakan pada ayahnya mengenai akta kelahirannya, tapi hati Jiyeon menolaknya. Gadis itu takut jika ucapan Taekwoon memang benar. Dia tak sanggup meninggalkan keluarga yang selama ini menemaninya untuk pergi menjadi Jikyung yang akan tinggal bersama orang tua tak pernah diingatnya.

Noona…. NOONA….” Jiyeon tersadar mendengar teriakan Jimin tepat di telinganya.

TTUUKK…

Jiyeon melayangkan sendok di atas kepala adiknya. Rintihan kesakitan segera terdengar dari mulut Jimin.

“Bisakah kau tidak membuat telingaku tuli HUH?” Kesal Jiyeon meredakan telinganya yang berdengung.

“Aku sudah memanggilmu dari tadi noona tapi noona tak mendengarnya.” Jimin memajukan bibirnya.

Jiyeon jadi merasa bersalah karena ini bukan salah Jimin melainkan kesalahannya sendiri yang sudah melamun.

“Sudah… Sudah… Jangan bertengkar. Jiyeon-ah, apa kau baik-baik saja? Hari ini kau terlihat pendiam sekali.” Cemas Daeyeon.

“Pasti noona sedang bertengkar dengan kekasihnya Abeoji.” Sahut Jimin asal.

Tubuh Jiyeon membeku mendengar ucapan Jimin. Dia merasa tidak memiliki kekasih, kecuali ‘Kekasih paksaan’ Taehyung. Tetapi Jimin belum pernah bertemu dengannya bagaimana dia mengetahui namja pemaksa itu?

“Memang siapa kekasih noonamu?” Tanya Daeyeon menatap kedua anaknya bergantian.

Namja yang makan malam bersama kita tempo hari.”

Mendengar jawaban Jimin segera sebuah sendok melayang kembali ke atas kepalanya. Pelakunya tak lain adalah Jiyeon.

“Jangan sembarangan bicara Jimin-ah. Taekwoon bukanlah kekasihku. Aku berangkat sekarang Abeoji.”

Jiyeon berdiri lalu memeluk ayahnya sebelum akhirnya keluar membawa tas ranselnya.

“Aaiishhh…. Dasar noona selalu saja memukulku.” Gerutu Jimin.

“Itu karena kau terlalu banyak bicara.” Daeyeon melakukan hal yang sama seperti Jiyeon membuat Jimin meringis kesakitan.

“YA!! Mengapa abeoji jadi ikut-ikutan?” Kesal Jimin sedangkan Daeyeon hanya tersenyum melihat betapa ramainya keluarganya di pagi hari.

 

G.R.8.U

 

Dalam ruangannya, Ravi tengah duduk di kursi kebesarannya. Jemarinya memainkan pena yang terus bergerak ke kanan dan ke kiri. Dokumen-dokumen yang tertata di hadapannya seakan tak mampu menarik perhatian lelaki itu.

“Ada apa dengan yeoja itu?” Gumamnya.

Ibu jari Ravi menekan-nekan tombol penanya menimbulkan suara ‘tik-tik’ yang berirama.

“Kemarin pagi dia terlihat ingin menangis karena ucapanku. Tapi dalam waktu beberapa jam saja dia berubah. Dia bahkan tak terlihat peduli dengan ucapanku. Apakah secepat itu perasaannya berubah padaku?”

Ravi menggelengkan kepalanya keras berusaha mengusir Dahyun dari pikirannya. Tiba-tiba terdengar pintu diketuk dan Ravi menyuruhnya masuk. Pintu terbuka dan Seokjin berjalan masuk. Lelaki itu membungkuk sekilas pada Ravi.

“Sudah saatnya menemui Tuan Kang, sajangnim.” Ingat Seokjin.

Ravi meletakkan penanya lalu berdiri. Dia mengenakan syalnya sebelum keluar bersama Seokjin.

 

G.R.8.U

 

Taekwoon memandang Donghae dan Seohyun bergantian. Pasangan suami istri Lee ini tengah duduk di sofa dalam ruangan Taekwoon. Tatapan keduanya tertuju pada sang pemilik ruangan.

“Katakan pada kami jika gadis yang kemarin adalah Jikyung, Taekwoon-ah.” Suara Donghae memecahkan suasana hening itu.

“Aku sudah meminta seseorang menyelidikinya tuan Lee dan sepertinya dia memang Jikyung.”

Seohyun menutup mulutnya yang tercekat dengan kedua tangannya. “Kalau begitu kita harus membawanya kembali Oppa. Aku ingin putriku kembali.”

“Aku rasa untuk sementara tuan Lee jangan membawanya kembali dan menjadikannya Jikyung.”

Donghae menatap tajam Taekwoon.”Apa maksudmu aku tidak boleh membawa putriku kembali?”

“Saat ini gadis itu tidak ingat apapun mengenai kalian dan kehidupannya yang lalu. Bahkan dia tidak ingat denganku. Aku berpikir jika dia dibawa kembali dalam posisi Jikyung, dia akan sangat menderita harus menghadapi kehidupan yang sama sekali tak diingatnya. Dan hal itu akan membuatnya bertambah sulit untuk mengingatnya kembali.”

Donghae mengangguk-anggukkan kepalanya membenarkan ucapan Taekwoon. Jika dia menuruti keinginannya membawa putrinya kembali sekarang hanya akan membuat putrinya tertekan.

“Lalu apa yang akan kau lakukan untuk membawanya kembali?” Terlihat Donghae menaruh kepercayaan pada lelaki yang lebih muda darinya itu.

“Aku akan membuat gadis itu mengingat siapa dirinya dengan begitu dia akan kembali dengan sendirinya.” Jelas Taekwoon.

Seohyun menatap suaminya dan mengangguk setuju dengan usul Taekwoon. Terdengar helaan nafas berat dari tuan Lee.

“Baiklah. Aku percaya padamu Taekwoon-ah. Tolong bawa putriku kembali.”

Taekwoon mengangguk mantap. “Tentu tuan lee. Aku pasti akan membawa Jikyung kembali.”

Beberapa menit kemudian, Taekwoon sudah berada di kursinya dengan kepala tersandar santai. Baru saja kedua orang tua Jikyung meninggalkan tempat itu. Dan sekarang di pikiran lelaki itu sedang berputar mencari cara untuk mengingatkan Jiyeon jika dia adalah Jikyung.

Namun mengingat kejadian semalam, Taekwoon ragu jika Jiyeon mau menemuinya. Dia merutuki dirinya sendiri karena terlalu menekan Jiyeon semalam. Seharusnya dia melakukannya secara perlahan.

Apa daya, nasi sudah menjadi bubur dan Taekwoon tak mampu memperbaiki kejadian semalam. Tapi lelaki itu sudah memastikan dirinya untuk menemui Jiyeon nanti malam. Dia pasti bisa membawa gadis itu pergi ke suatu tempat yang akan membuat gadis itu ingat.

 

G.R.8.U

 

Jiyeon turun dari bus dan berjalan lunglai menuju gerbang sekolah. Berkali-kali gadis itu menguap membuat matanya dipenuhi air. Ingin sekali dia merebahkan kepalanya di atas bantal dan memejamkan matanya sejenak. Dia kesal pada dirinya sendiri karena tidak bisa tidur semalam. Meskipun Jiyeon sudah meyakinkan ucapan Taekwoon tidak benar tapi tetap saja hal itu mengganjal pikiran dan hatinya.

“YA!! Gadis bodoh.”

Samar Jiyeon mendengar suara itu namun tak dihiraukannya dan dia terus berjalan.

“YA!! Kekasih Taehyung berhenti.”

Seketika langkah Jiyeon terhenti dan gadis itu berbalik. Dilihatnya Taehyung yang mengenakan kaos dan celana jeans berwarna hitam dipadankan dengan jaket jeans biru berjalan menghampirinya.

20160118143647

“Jadi sekarang kau mengaku jika kau adalah kekasihku?” Goda Taehyung.

“Cih… Menyesal aku berhenti untukmu. Hanya membuang-buang waktuku.”

Jiyeon berbalik namun tangan Taehyung mencengkram lengannya sebelum berhasil meninggalkannya.

“YA!! Apa kau tidak merasa kasihan karena aku diskors?” Terdengar nada manja di suara lelaki itu.

“Salahmu sendiri berkelahi dan membuat dirimu sendiri di skors. Untuk apa aku harus mengasihanimu?” Jiyeon berkata tak perduli.

“Bukan salahku jika aku harus berkelahi. Aku hanya ingin melindungi temanku.”

Mata Jiyeon membulat sempurna menatap lelaki yang saat ini terlihat polos tak berdosa.

“Kenapa menatapku seperti itu?” Aneh Taehyung melihat tatapan Jiyeon.

“Kau memiliki teman? Oh My God. Tak kusangka seorang monster sepertimu bisa memiliki teman.”

“Monster? Aku tidak seseram itu. ”

“Memukul seseorang hingga masuk ke rumah sakit, kau bilang itu tidak seram?” Tak percaya Jiyeon.

Ne.. Ne... Aku memang seram. Tapi aku melakukannya hanya untuk melindungi Sanghyuk dari Namjoon yang mau memukulnya.”

“Sanghyuk? Maksudmu Han sanghyuk yang memakai kacamata dan selalu menyendiri di perpustakaan saat istirahat itu?”

Taehyung mengangguk menjawab pertanyaan Jiyeon.

“Kau pasti mengancamnya untuk berteman denganmu ya kan?”

“Tentu saja tidak.”

Jiyeon menatap Taehyung dengan tatapan tak percaya.

Ne…ne.. Hanya sedikit. Tapi aku tidak menyakitinya. Kalau tidak percaya tanya saja Sanghyuk. Mungkin terdengar aneh, tapi aku tidak akan membiarkan temanku satu-satunya itu disakiti orang lain.”

Jiyeon menatap ekspresi Taehyung yang berubah. Biasanya hanya ekspresi jahil dan senyuman bodoh yang lelaki itu tunjukkan, tapi sekarang Taehyung tampak serius mengucapkan hal itu. Gadis itu ingat Jaehwan yang mengatakan jika banyak murid yang ingin bersaing kekuatan dengan Taehyung. Apa karena hal itu dia tidak memiliki teman?

Bel terdengar berteriak menghentikan lamunan Jiyeon. Ada rasa iba melihat Taehyung terlihat kesepian tapi dia tidak bisa menemani lelaki itu sekarang. Dia harus masuk sekolah.

“Aku harus masuk.”

Jiyeon berbalik hendak memasuki sekolahan. Tapi detik berikutnya dia harus berjalan menjauhi gerbang sekolah karena Taehyung menariknya.

“YA!! Lepaskan aku. Kau membuatku terlambat.” Ronta Jiyeon.

“Kau tidak akan terlambat. Karena kau akan bolos hari ini.”

Taehyung menarik Jiyeon masuk ke dalam bus yang kebetulan berhenti di halte.

Shirreo. Aku tidak mau tertinggal pelajaran.”

Taehyung mendorong Jiyeon duduk di dekat jendela sehingga dia dapat duduk di samping gadis itu untuk menguncinya.

“Jika kau masuk bukankah sama saja kau akan tertinggal pelajaran. Kau pasti akan tidur di kelas.”

Jiyeon terdiam dan bertanya dalam hati, bagaimana bisa Taehyung mengetahui jika dia ingin tidur dalan kelas.

“Apa kau tidak mengaca pagi ini? Lingkaran panda di matamu terlihat sangat jelas.”

Jiyeon melihat ke kaca jendela di sampingnya. Meskipun tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas tapi samar-samar Jiyeon bisa melihat lingkaran hitam yang dikatakan Taehyung.

“Jadi mau kemana kita?” Pasrah Jiyeon. Lagipula jika dia bisa kabur dari lelaki di sebelahnya, dia sudah terlambat.

“Bermain.”

“Apakah masih anak TK ingin bermain?”

“Kau lihat saja nanti. Kau pasti akan menyukainya.”

Jiyeon hanya bisa menggelengkan kepala. Sepertinya percuma menanyakan ke mana tujuan mereka saat ini pada Taehyung. Lelaki itu hanya akan membuatnya bertambah penasaran.

Sedangkan dalam area sekolahan, Hongbin berjalan menuju kelas Jiyeon. Karena hari ini Taehyung sedang diskors, Hongbin bisa menemui gadis itu tanpa gangguan darinya.

Sampai di kelas Jiyeon, manik mata coklat itu menelusuri seisi kelas mencari sosok Jiyeon. Namun tak ada gadis yang tersenyum ceria padanya.

“Kau mencari siapa Hyung?” Tanya Jaehwan yang baru datang.

Hongbin menatap lelaki yang saat ini asyik dengan lolipop dalam mulutnya.

“Aku mencari Jiyeon.”

Mata Jaehwan membulat dan mulutnya terbuka membiarkan lolipopnya terjatuh ke lantai. Hongbin hanya bisa menatap jijik pada mulut Ken yang dihiasi dengan air liur.

“Apa aku tidak salah dengar hyung? Kau mencari Jiyeon?” Tanya Jaehwan setelah berhasil lepas dari kekagetannya.

Ne. Aku mencari Jiyeon.”

Wajah Jaehwan berubah lesu dan dia menghela nafasnya.

“Apa apa? Apa Jiyeon tidak masuk hari ini?” Penasaran Hongbin.

“Sebenarnya aku melihatnya tadi di depan gerbang sekolah. Tapi…”

“Tapi kenapa?” Hongbin semakin tidak sabar.

“Tapi Taehyung membawanya pergi.”

Entah mengapa Hongbin merasa kesal mendengar Taehyung lagi-lagi harus menggagalkan rencananya untuk bertemu Jiyeon.

“Ke mana dia pergi?”

Jaehwan mengangkat kedua bahunya. “Entahlah. Mereka naik bus.”

Hongbin berpikir sejenak. Dia menerka-nerka ke mana Taehyung membawa Jiyeon pergi. Saat pikirannya melayang memikirkan Taehyung membawa Jiyeon ke hotel, perasaan Hongbin jadi tak menentu.

“Jaehwan-ah, bisakah kau nomor Jiyeon padaku?”

Jaehwan langsung mengangguk mendengar permintaan Hongbin. Tak berapa lama Hongbin sudah berjalan keluar sekolah seraya menghubungi Jiyeon.

 

G.R.8.U

 

Pagi itu tidak seperti biasanya daerah Yongsan sangat macet. Sebuah kecelakaan truk yang menabrak sebuah mobil adalah penyebab kemacetan itu. Mobil-mobil berderetan menunggu untuk bisa berjalan. Namun sayang sudah satu jam hal itu berlangsung dan mobil-mobil itu tak bergerak sedikitpun. Suara klakson mobil ditambah suara sirine yang memekkakan telinga menambah panas suasana di sana.

Mobil sedan hitam yang terjepit diantara mobil-mobil lain hanya terdiam menunggu dengan sabar. Ravi sang pemilik mobil duduk di kursi penumpang mengamati keadaan luar dengan bosannya. Dia tak bisa menyalahkan Seokjin yang saat ini tengah menyetir. Mereka terjebak dan tak ada yang bisa sekertarisnya itu lakukan.

Dari segala pemandangan, tatapan Ravi tertarik ke arah pinggir jalan. Meskipun banyak orang yang berlalu lalang namun sosok seorang gadis telah mengaitkan tatapannya. Gadis itu tak bergerak sama sekali hanya berdiri diam dengan mengenakan seragam sekolah. Ravi tak mampu melihat jelas wajah gadis itu karena pandangannya tertutupi tangan yang saat ini membungkam telinganya. Namun melihat postur tubuh itu, Ravi yakin jika gadis itu adalah Dahyun adik tiri Ravi.

Tanpa daya kaki Dahyun tak mampu lagi menopang tubuhnya sehingga dia harus berlutut di jalanan. Ravi yang masih berada di dalam mobil tak mampu lagi melihat bayangan Dahyun karena tertutupi mobil-mobil di sampingnya. Pertanyaan apa yang terjadi pada Dahyun mengusik pikiran Ravi. Ingin sekali lelaki itu membuka pintu mobil sekarang dan menghampirinya. Tapi egonya yang tinggi menolak pemikiran itu.

Hanya melihatnya sebentar, Ravi berusaha meyakinkan dirinya dengan kalimat itu. Akhirnya tanpa mengatakan apapun pada Seokjin, Ravi membuka pintu dan berjalan melewati mobil-mobil yang terjebak macet. Tak dihiraukannya panggilan Seokjin, dia hanya ingin melihat Dahyun sebentar.

Langkah kaki Ravi terhenti saat jaraknya dengan Dahyun hanya terhalang satu mobil. Ravi bisa melihat jelas tubuh Dahyun bergetar dan samar-samar lelaki itu mendengar isakan tangis Dahyun.

“YA!! Apa yang kau lakukan menghalangi jalan seperti ini eoh?” Seru Ravi berdiri tepat di depan Dahyun.

Perlahan Dahyun mengangkat wajahnya membuat Ravi melihat betapa pucatnya gadis itu. Ada ketakutan teramat besar di mata yang berair itu. Berbeda sekali dengan gadis tenang yang ditemuinya semalam di pesta ulang tahun Irene. Dahyun terlihat begitu rapuh dengan pipi yang sudah basah dengan air mata. Bibir gadis itu bergetar seirama dengan tangisannya.

Ravi berjongkok dan menatap Dahyun dalam diam. Seakan tubuhnya bergerak dengan sendiri sehingga saat ini tangannya terulur menyentuh pipi Dahyun. Ibu jari lelaki itu mengusap air mata yang membasahi pipi gadis itu. Perlahan mata Dahyun mulai menutup dan gadis itu tak sadarkan diri. Untung Ravi mampu menahan kepala gadis itu sehingga tak mencium jalanan yang keras.

Akhirnya Ravi mengangkat tubuh Dahyun dan membawanya pergi. Tak dipedulikannya sikap memusuhi yang selama ini diperlihatkannya pada Dahyun. Meskipun Ravi memang tak menyukai gadis dalam gendongannya tapi tetap saja dia manusia yang memiliki hati untuk tidak membiarkan Dahyun pingsan di pinggir jalan.

 

G.R.8.U

 

“YEYY!!! Aku menang.” Sorak Jiyeon saat berhasil memasukkan lebih banyak bola basket ke keranjang daripada Taehyung. Saat ini mereka berada di arena bermain di salah satu mall.

“Kau hanya beruntung saja.” Ucap Taehyung tak mau mengakui kemenangan Jiyeon.

“Ciihh…. Kau tidak terima jika aku menang bukan? Bagaimana jika kita tanding ulang dan kita akan tahu apakah kemenanganku adalah kebetulan?”

“Baiklah.” Tanpa takut Taehyung menyetujui tantangan Jiyeon.

Namun sebelum mereka bermain, ponsel Jiyeon berdering. Gadis itu merogoh sakunya mengambil ponselnya. Kedua alisnya bertaut saat hanya mendapati nomor tak dikenalnya tertera di layar ponselnya.

“Jiyeon-ah. Ini aku Hongbin.”

Nafas Jiyeon tercekat mendengar suara Hongbin diujung telponnya.

“Oh… Sunbeinim, ada apa kau menelponku?”

“Tadi aku mencarimu di kelas. Tapi kau tidak ada. Jaehwan bilang Taehyung membawamu pergi. Dia tidak menyakitimu bukan?” Suara Hongbin terdengar panic.

Aniyo Sunbeinim.”

“Lalu dimana kalian berada sekarang?” Tanta Hongbin kesekian kalinya.

“Aku…”

Belum sempat menjelaskan keberadaannya, ponsel Jiyeon sudah diambil seseorang.

“Untuk apa kau menelpon kekasihku?” Tanya Taehyung yang saat ini mengambil ponsel Jiyeon dan dengan tenang berbicara pada Hongbin.

Jiyeon yang tidak rela Taehyung akan mengganggu momentnya bersama Hongbin kembali berusaha merebut ponsel itu kembali. Namun sayang dengan satu tangannya yang terbebas Taehyung menahan Jiyeon yang berteriak meminta ponselnya kembali.

“Kembalikan pada Jiyeon. Aku ingin berbicara dengannya.” Suara Hongbin berubah dingin.

“Jika kau ingin bicara, bicaralah padaku nanti akan kusampaikan pada kekasihku.”

“Sialan. Aku pasti akan menemukan kalian dan membawa Jiyeon pergi jauh darimu.” Kesal Hongbin.

“Silahkan jika kau bisa melewatiku.”

Taehyung menutup telpon itu dan memasukkan ponsel Jiyeon ke sakunya sebelum menonaktifkan benda itu.

“Ya!! Kembalikan ponselku.” Perintah Jiyeon.

Shirreo. Kemarin aku menelponmu seharian dan kau tak mengangkatnya. Sekarang giliran Hongbin yang menelponmu kau langsung mengangkatnya. Apa kau tidak tahu kau membuatku cemburu?” Taehyung memajukkan bibirnya kesal.

“Sudah kukatakan berkali-kali aku bukan kekasihmu. Untuk apa kau cemburu. Lagipula kemarin ponselku tertinggal di rumah.”

“Dan aku juga sudah mengatakan berkali-kali kau adalah kekasihku. Sekarang kau bersamaku, tak akan kuijinkan siapapun menganggu kencan kita termasuk Hongbin.” Taehyung menarik Jiyeon tak memperdulikan kekesalan gadis itu.

Di tempat lain, Hongbin masih berdiri di halte dan berpikir dimana dia harus mencari Jiyeon. Saat menelpon gadis itu tadi Hongbin bisa mendengar keramaian dan lagu-lagu yang diputar. Dari situlah Hongbin mendapatkan sedikit petunjuk. Dia akan mencarinya dimulai dari tempat yang terdekat.

 

G.R.8.U

 

Suara pisau yang berbenturan dengan papan pemotong terdengar mengalun dari arah dapur. Terlihat dua wanita tengah bekerjasama membuat makan siang. Dari jendela Yoona bisa melihat suaminya yang tengah memotong kayu. Meskipun sudah menginjak kepala 5 namun Yunho masih terlihat kuat hingga mampu membelah batang-batang kayu besar menggunakan kapak.

“Apa kau selalu diam-diam mengagumi suamimu?” Goda wanita yang sudah berumur 70 itu, yang tak lain adalah ibu Yunho.

Aniyo eommonim.” Yoona menunduk malu dan berusaha berkonsetrasi dengan wortel yang tengah dipotongnya.

“Yunho sama seperti ayahnya yang masih kuat diumurnya yang tua. Sayang sekali namja itu harus meninggalkanku lebih dulu.”

Yoona tersenyum mendengar ibu mertuanya yang selalu menyalahkan ayah mertuanya telah meninggal karena membuatnya kesepian.

“Oh ya bagaimana dengan Taekwoon? Yunho bilang dia sedang mengurus perusahaannya.” Tanya Heejin mengalihkan pembicaraan.

Ne. Saat ini anak itu tengah disibukkan dengan urusan perusahaan.”

“Apa dia sudah memiliki kekasih? Kapan dia akan menikah?” Yoona sedikit terkejut dengan pertanyaan itu namun dia tetap melanjutkan pekerjaannya.

“Sepertinya Taekwoon belum memiliki kekasih. Dia tak pernah terlihat membawa gadis kemanapun.”

“Aishh… Bukankah dia sudah berumur 25 tahun? Sudah seharusnya dia menikah bukan? Bahkan Yunho diumur itu saja sudah menikah denganmu.” Gerutu Heejin.

“Mungkin Taekwoon belum menemukan yeoja yang cocok untuk mendampinginya eommonim.”

“Kalau begitu tugas orangtua adalah mencarikannya.”

Yoona menghentikan kegiatan memotongnya mendengar usul Heejin.

“Bukankah aku dan suamiku juga menjodohkan Yunho denganmu? Aku rasa sudah saatnya kalian mencarikan Taekwoon seorang istri.”

“Aku rasa ini terlalu cepat eommonim. Taekwoon masih muda, aku yakin dia akan menemukan sendiri pasangan hidupnya.”

“Tidak.” sebuah suara berat mengalihkan perhatian dua wanita itu. Mereka mendapati Yunho yang sudah berdiri di depan pintu dengan membawa potongan kayu-kayu dalam lengannya.

“Kita akan segera mencarikan Taekwoon seorang yeoja. Sama seperti yang abeoji dan eomma lakukan.” Tegas Yunho.

“Tapi Oppa, ini sudah jaman modern. Aku rasa Taekwoon tidak akan menyukai perjodohan ini.” Ucap Yoona tidak menyetujui ide itu.

Tatapan Yunho berubah dingin dan rahangnya mengeras karena tidak suka jika keputusannya dibantah.

“Taekwoon akan menuruti ucapanku. Jadi kau juga begitu Yoona.” Yunho berlalu meninggalkan Yoona yang masih berdiri dalam diam.

Tak ada yang bisa wanita itu lakukan untuk merubah keputusan Yunho. Suaminya sekeras batu yang tak mampu di belahnya meskipun dengan penjelasan apapun.

 

G.R.8.U

 

Ponsel menempel di telinga Taekwoon. Tak ada nada tunggu yang didengarnya, hanya suara operator yang mengatakan jika nomor yang ditujunya sedang tidak aktif. Helaan nafas keluar dari selah bibirnya yang penuh.

“Apa Jiyeon masih marah dengan kejadian semalam?” Gumam Taekwoon.

Sudah berkali-kali Taekwoon menghubunginya namun hanya tersambung dengan suara operator.

“Aku harus menemuinya nanti malam.” Taekwoon mengambil keputusan.

Ketukan pintu mengalihkan perhatian lelaki itu. Dia bisa melihat Hakyeon berjalan masuk dengan wajah yang panik.

“Ada apa? Apa terjadi masalah?” Penasaran taekwoon.

“Operasi pengiriman mobil menuju Inggris gagal. Polisi berhasil menyitanya.”

MWO? Ta-tapi bukankah kita sudah membahasnya dengan Woohyun?” Suara Taekwoon meninggi.

“Sayangnya yang menangkap bukanlah polisi Korea, melainkan China.”

Gebrakan meja yang keras membuat Hakyeon harus mundur selangkah. Inilah yang selalu Hakyeon takuti dari diri Taekwoon ketika marah. Aura gelap terlihat mengelilingi Taekwoon membuat bosnya itu terlihat lebih menyeramkan dari biasanya. Bahkan matanya berubah menjadi seperti singa yang hendak mengamuk.

“Bagaimana hal ini bisa terjadi HUH? Bukankah selama ini kita aman-aman saja melewati daerah di China?” Suara Taekwoon terdengar lebih keras dari biasanya hingga terdengar sampai diluar ruangan.

“Eunhyuk menduga ada seseorang yang membocorkan operasi rahasia kita ini.”

“Apa orang-orang yang ikut dalam truk itu tertangkap?”

“Hanya sebagian. Yang lain berhasil melarikan diri.”

“Panggil semua yang berhasil melarikan diri di hadapanku, segera.” Perintah Taekwoon.

“Ba-baik sajangnim.”

Hakyeon terbirit-birit keluar tak ingin melihat kemarahan sang singa lagi. Nafas Taekwoon memburu karena amarah. Dia meraih sebuah patung kecil berbentuk gajah dan langsung melemparkan ke dinding hingga pecah. Matanya berapi seakan bersiap-siap membunuh seseorang yang sudah mengagalkan operasi rahasia itu. Tidak akan ada yang bisa lepas dari tangannya.

 

G.R.8.U

 

“Apakah anda saudaranya?” Tanya seorang dokter pada Ravi yang berdiri di samping ranjang tempat Dahyun berbaring.

“A-aku kakaknya.” Mengatakan dirinya adalah kakaknya tampak sulit bagi Ravi.

“Adik anda mengalami trauma yang berat.”

“Trauma? Tapi tadi dia menggigil dan tampak sangat ketakutan.” Jelas Ravi.

“Memang mungkin adik anda trauma dengan suara sirine dan keributan dalam kecelakaan tadi hingga akhirnya dia pingsan.”

“Jadi dia tidak dalam masalah besar?”

Dokter itu menggelengkan kepalanya. “Tidak. Ini hanya trauma biasa tidak akan membuatnya harus kehilangan nyawa. Setelah siuman dia bisa pulang.”

Ravi mengucapkan terimakasih pada dokter yang berlalu pergi. Tatapan Ravi kembali pada Dahyun yang belum sadarkan diri. Lelaki itu mengutuk dirinya sendiri karena sudah menolong gadis yang selama ini dibencinya.

Ponselnya Ravi berdering dan lelaki itu berjalan keluar menerima telpon dari Seokjin.

Sajangnim anda dimana? Saya sudah berhasil keluar dari kemacetan.”

“Jemput aku di rumah sakit Yongsan.”

Setelah Seokjin mengatakan akan menjemputnya, telpon itu terputus. Inilah yang Ravi suka dari Seokjin. Sekertarisnya itu tak banyak bertanya membuat Ravi bernafas lega tak perlu menjelaskan apa yang terjadi.

Di ruang UGD, mata Dahyun mulai bergerak dan akhirnya terbuka. Gadis itu tampak bingung melihat langit putih bersih diatasnya. Matanya bergerak melihat sekelilingnya dan baru menyadari jika dia berada di rumah sakit. Gadis itu teringat terakhir kali dia melihat Ravi di hadapannya. Tapi Dahyun merasa tidak percaya jika orang yang dilihatnya tadi benar-benar Ravi. Mungkinkah Ravi datang dan membawanya kemari? Atau itu hanya halusinasinya?

“Anda sudah sadar nona?” Tanya perawat membuyarkan pikirannya mengenai Ravi.

Ne. Suster siapa yang membawaku kemari?”

“Seorang namja dia mengatakan jika dia adalah kakak anda.”

“Kakak? Apakah namanya Mingyu?” Tanya Dahyun.

“Entahlah nona. Dia tidak menyebutkan namanya. Karena anda sudah sadar, anda sudah boleh pupang nona.”

Ne. Gamsahamnida.”

Dahyun menurunkan kakinya dan mulai melangkah pergi. Apakah Mingyu yang membawanya kemari? Tapi kenapa dia tidak menungguku dan malah meninggalkanku? Bingung Dahyun.

 

G.R.8.U

 

Perlahan pengait yang berhasil meraih boneka berbentuk gajah naik. Namun saat bergerak menuju lubang boneka itu terjatuh sebelum menuju lubang. Taehyung mendengus kesal karena kelima kalinya gagal memdapat satu boneka.

“YA!! Tak satupun boneka yang kau dapatkan? Dasar payah.” Ejek Jiyeon.

“Kau pikir mudah menjalan permainan ini? Kalau begitu kau mau mencobanya?” Tantang Taehyung.

“Tentu saja siapa takut.”

Jiyeon mendorong Taehyung minggir dari permainan itu. Setelah memasukkan koin, Jiyeon mulai berkonsentrasi mengambil satu boneka. Taehyung yang berdiri di samping permainan itu terus menatap Jiyeon. Mata Jiyeon tak lepas dari pengait dalam kotak mainan itu, sedangkan mulutnya menunjukkan berbagai ekspresi yang membuat Taehyung tersenyum sendiri melihatnya. Terkadang bibir itu bergerak maju atau giginya mengigit bibir bawahnya dan terkadang bibir itu sedikit terbuka membuat Taehyung memikirkan bagaimana caranya mencium bibir yang menggemaskan.

“YEEYY…. Aku berhasil.” Jiyeon meloncat senang seraya menunjukkan boneka di hadapan Taehyung.

“Kau lihat. Aku lebih mahir daripada kau.” Ucap Jiyeon dengan bangganya.

“Itu ……”

Jiyeon tak lagi mendengar ucapan selanjutnya, karena sebuah pandangan yang mengalihkannya. Pandangan yang tertuju pada sosok wanita yang berjalan di belakang Taehyung. Wanita itu mengenakan jaket bulu yang terlihat mewah di tubuhnya. Tapi bukan penampilan wanita itu yang menarik perhatian Jiyeon namun wajahnya. Wajah wanita itu seakan Jiyeon pernah melihatnya.

“Dasar anak tak tahu diuntung.” Tiba-tiba suara itu menggema di pikiran Jiyeon.

Suara yang Jiyeon yakini adalah suara wanita itu. Tapi apa hubungannya dengan wanita itu? Apakah dia berkaitan dengan masa lalu Jiyeon?

“YA!! Kau tidak apa-apa?” Taehyung mengguncang tubuh Jiyeon untuk menyadarkan gadis itu.

“Ah.. Ne.. Ada apa?” Bingung Jiyeon menatap lelaki di hadapannya.

“Apa kau lelah? Kau terlihat pucat.” Cemas Taehyung.

“Sepertinya begitu. Ya!! Kita mau ke mana?” Tanya Jiyeon saat Taehyung menariknya pergi.

Taehyung tak menjawab, dia hanya menarik Jiyeon dan membawa gadis itu masuk salah satu restoran. Taehyung mendudukkan Jiyeon di salah satu bangku lalu beralih untuk memesan sesuatu. Tak lama lelaki itu kembali dengan membawa dua gelas menghampiri Jiyeon. Dia menyerahkan segelas orange juice pada gadis itu lalu meminum sendiri bubble tea miliknya.

“Bagaimana bisa kau tahu aku suka orange juice?” Tanya Jiyeon mulai meminum orange juice itu.

“Karena aku adalah kekasihmu.” Taehyung kembali menampilkan senyuman lebarnya yang membuat Jiyeon bisa melihat deretan gigi putih lelaki itu.

Sepertinya Jiyeon memang tak bisa mengubah kalimat itu dari Taehyung. Lalu gadis itu teringat mata hitam milik Taehyung lalu mengaitkannya dengan mimpi yang selalu mendatanginya. Pertanyaan apakah Taehyung adalah jodohnya masih berputar-putar dalam pikirannya. Lalu pikiran mengenai Taekwoon yang beberapa waktu ini terlupakan kembali muncul kembali. Ditambah dengan bayangan wanita misterius yang mengalihkan perhatiannya tadi. Wanita itu bukanlah berasal dari keluarga Park tapi seakan sosok wanita itu amat kuat dalam masa lalunya. Apakah dirinya memang bukan Jiyeon?

“Taehyung-ssi.” Taehyung mendongak dan menampilkan senyuman lebar meski masih terlihat luka memar di beberapa sudut wajahnya. Jiyeon tak kunjung berbicara hanya menatap lelaki di hadapannya.

“Ada apa? Apakah kau baru menyadari jika aku sangat tampan?”

Jiyeon mendengus tak percaya mendengar ucapan Taehyung yang kepercayaan dirinya melebihi tinggi gedung tertinggi di dunia.

“Aku justru baru menyadari betapa jeleknya dirimu. Ditambah dengan lebam-lebam itu membuatmu terlihat sangat jelek.” Jiyeon tertawa melihat Taehyung tampak kesal.

Seharusnya Jiyeon berterimakasih pada lelaki di hadapannya karena sudah mengalihkan dirinya dari pikiran yang sempat ingin meledakkan kepalanya. Tapi gadis itu mengurungkan ucapan itu karena dia yakin Taehyung pasti kepalanya bertambah besar.

“Jiyeon-ah.” panggilan yang terengah-engah itu mengalihkan perhatian Jiyeon.

Gadis itu bangkit berdiri melihat Hongbin tak jauh darinya dengan nafas terengah-engah. Lelaki itu menarik tangan Jiyeon tanpa mengatakan sesuatu. Namun langkah mereka terhenti saat merasakan seseorang menahan Jiyeon.

“Kau mau membawa kekasihku ke mana eoh?” Tanya Taehyung menahan tangan Jiyeon yang satunya.

Hongbin menarik Jiyeon mendekat. “Aku akan membawanya jauh dari pengaruh burukmu itu.”

Kali ini Taehyung yang menarik Jiyeon mendekat. “Tidak akan kuijinkan. Dia adalah milikku.”

Jiyeon kembali ditarik Hongbin. “Jiyeon bukanlah barang yang bisa kau miliki.”

Acara tarik menarik itu kembali berlangsung membuat kedua tangan Jiyeon terasa sakit. Kedua lelaki itu tak ada yang mau mengalah. Meskipun Jiyeon senang Hongbin hendak membawanya pergi,tapi jika tidak segera dihentikan bisa-bisa tangan Jiyeon melar panjang.

“HENTIKAN.” Teriak Jiyeon menepis tangan kedua lelaki itu.

Jiyeon menatap Hongbin dan Taehyung bergantian. “Aku pulang sendiri.” Putus Jiyeon.

“Tapi Jiyeon-ah….” protes Taehyung dan Hongbin bersamaan. Mereka saling melemparkan tatapan dingin membuat Jiyeon merasa risih berada ditengah-tengahnya.

“Tidak ada tapi-tapian. Lebih baik aku pulang sendiri.”

Jiyeon berjalan keluar. Namun baru sampai di pintu keluar gadis itu berbalik dan masih melihat kedua lelaki itu saling menatap penuh kebencian.

“Aku tidak akan mengampunimu jika berani memukul Hongbin sunbeinim, Taehyung-ah.” Ancam Jiyeon.

jiyeon (2)

“Jadi kau mengancam Jiyeon?” Kesal Hongbin.

“Memang kenapa eoh?”

Hongbin hendak memukul Taehyung, namun terhenti saat mendengar teriakan Jiyeon.

“Sebaiknya kalian tidak membuat keributan atau aku tidak akan mau bertemu dengan kalian lagi.” Ancam jiyeon sebelum akhirnya benar-benar pergi.

 

G.R.8.U

 

Jiyeon berjalan santai menyusuri jalanan rumahnya. Hari sudah gelap saat gadis itu turun dari bus dan berjalan pulang. Pikirannya semakin lelah karena mencemaskan apakah kedua lelaki tadi membuat masalah atau tidak. Hal itu membuat kepalanya terasa semakin pusing.

Langkah gadis itu terhenti saat mendapati Taekwoon berdiri di tempat biasanya dia menunggu Jiyeon. Entah mengapa gadis itu tak ingin bertemu dengan Taekwoon saat ini. Dia tak ingin Taekwoon kembali membicarakan jika dia adalah Jikyung. Ingin Jiyeon berbalik dan memutar jalan namun sayang terlambat karena Taekwoon sudah melihatnya dan menghampirinya.

“Kau pulang lebih cepat?” Tanya Taekwoon tersenyum.

Meskipun lelaki itu tersenyum namun Jiyeon bisa merasakan jika senyuman itu seakan dipaksakan. Dan juga dalam jarak yang dekat gadis itu bisa melihat wajah lelaki itu tampak kusut.

“Hari ini aku tidak masuk kerja. Aku harus pulang.” Jiyeon hendak berjalan pergi namun Tarkwoon menahan tangannya.

“Apa kau marah padaku?”

Jiyeon terdiam tak menjawab. Sebenarnya gadis itu tidak marah pada Taekwoon hanya saja Jiyeon terlalu lelah jika lelaki itu hendak membicarakan mengenai Jikyung. Jiyeon bisa merasakan Taekwoon berdiri di belakangnya. Nafasnya tercekat saat Taekwoon memeluknya dari belakang dan menumpukkan dagunya di bahu Jiyeon.

2a4cf15dfd53838f9c5480c218d74281

“Hari ini monster itu keluar lagi.”

Gadis itu tak mengerti dengan ‘monster’yang diucapkan Taekwoon tapi dia tak melepaskan pelukan itu dan membiarkan lelaki itu melanjutkan ucapannya. Samar-samar Jiyeon mencium bau alkohol keluar dari mulut Taekwoon dan berpikir lelaki itu baru saja minum.

“Darah itu tak mau lepas dari tanganku. Saat aku sadar monster itu sudah melakukannya. Aku tidak bisa mengontrolnya, aku… Aku takut…” Suara Taekwoon terdengar bergetar.

Kepala Jiyeon menunduk dan melihat tangan ramping Taekwoon yang tengah memeluk lehernya. Tak ada darah atau bau anyir di tangan itu. Lalu apakah Taekwoon baru saja menghabisi seseorang.

Jiyeon melepaskan tangan Taekwoon dan berbalik menghadap lelaki itu. Gadis itu sedikit terkejut saat melihat lelaki itu menangis. Tak pernah Jiyeon melihat seorang lelaki menangis. Saat ini Taekwoon terlihat berbeda dari biasanya. Dia tak menemukan sosok Taekwoon yang gagah dengan jas yang dikenakan, ataupun Taekwoon dengan senyuman yang sangat mempesonanya. Kali ini lelaki itu terlihat berantakan. Rambutnya acak-acakan seakan baru saja dijambakinya. Wajahnya pun terlihat pucat.

Kedua tangan jiyeon menangkup pipi Taekwoon yang saat ini menatapnya dengan perasaan sedih dan takut.

9e699434c169b4fcfedc146b37c1123d

Senyuman tipis menghiasi wajah lelaki itu. Tangan Taekwoon terulur menarik tengkuk Jiyeon mendekat. Gadis itu bisa merasakan bibir lembut Taekwoon menempel di bibirnya. Tak ada perlawanan dari Jiyeon ataupun balasan, yang gadis itu lakukan hanya diam dan merasakan bibir Taekwoon mengecupnya perlahan. Dada Jiyeon bergemuruh merasakan kerja jantungnya yang bekerja lebih cepat.

Otak Jiyeon seakan berhenti berputar dan kedua tangan yang semula berada di pipi Taekwoon sudah berada di bahu lebar lelaki itu. Lidah Taekwoon memainkan belahan bibir Jiyeon hingga terbuka. Tubuh gadis itu menegang merasakan lidah Taekwoon yang bermain di dalamnya. Dengan ragu Jiyeon menggerakan lidahnya hendak beradu dengan lidah lelaki itu. Taekwoon memiringkan kepalanya untuk memperdalam ciuman mereka. Kecupan dan hisapan Taekwoon terasa begitu manis bagi Jiyeon. Selama ini gadis itu tak pernah merasakan ciuman yang dalam seperti ini.

Keduanya melepaskan diri saat merasakan paru-paru mereka memerlukan udara. Mereka saling menatap seraya menghirup udara yang mereka butuhkan. Dalam beberapa detik tak ada kata-kata yang terucap. Tubuh Taekwoon kembali oleng namun dengan sigap Jiyeon menahan lelaki itu agar tidak terjatuh.

“Dimana tempat tinggalmu Tarkwoon-ssi. Aku akan mengantarmu.”

Meskipun sedikit bergetar tangan Taekwoon menunjuk ke arah sebuah gedung yang menjulang tinggi tak jauh dari mereka berdiri. Jiyeon merangkulkan satu tangan Taekwoon ke lehernya dan membantu lelaki itu untuk berjalan.

Dengan tubuh yang lebih besar darinya, Jiyeon sedikit kesusahan sehingga jalan mereka oleng ke kanan dan ke kiri. Gadis itu menatap wajah Taekwoon yang tampak sedang melakukan aegyo. Senyuman mengembang di wajah gadis itu melihat betapa lucunya Taekwoon saat mabuk. Tak disangka Jiyeon bisa melihat sisi lain seorang Taekwoon.

Dengan perjuangan berat akhirnya Jiyeon berhasil membawa lelaki di sampingnya sampai di dalam apartementnya. Gadis itu langsung meletakkan Taekwoon di sofa besar yang paling dekat dengan pintu. Dia bisa menghela nafas lega karena pekerjaan yang melelahkan ini sudah selesai.

Mata Jiyeon mengamati wajah Taekwoon yang mulai terlelap. Dia ingat ucapan lelaki itu tadi. Darah? Memang apa yang dilakukan Taekwoon hingga darah itu tak mau lepas dari tangannya?

Jiyeon meraih tangan Taekwoon dan mengamatinya. Tidak ada noda darah sekecil apapun di tangan putih lelaki itu. Memang ada sedikit luka namun tak mengeluarkan darah. Percuma saja jika harus menanyakannya sekarang.

Tatapan Jiyeon tertuju pada bibir Taekwoon yang terkatup lalu jemarinya menyentuh bibirnya sendiri mengingat ciuman tadi. Gadis itu bertanya-tanya pada dirinya sendiri mengapa dia tak menolak ciuman Taekwoon? Bukankah dia bukan kekasihnya?

Jiyeon menggelengkan kepalanya lalu beralih melihat apartement mewah itu. Sejak awal Jiyeon sudah yakin jika lelaki ini berada di kalangan atas.

Kakinya berjalan mengelilingi apartement itu. Tak ada satupun foto yang menghiasi apartement itu. Jiyeon beralih menuju dapur untuk membuatkan makanan jika Taekwoon terbangun. Gadis itu manahan nafasnya saat melihat dapur dalam apartement itu. Bukan karena perabotan mewah yang menghiasi dapur itu. Tapi dapur itu sama dengan dapur yang ada di mimpinya. Jiyeon mencari pegangan untuk menopang tubuhnya. Dia memegang pada meja keramik di dapur itu.

“Jadi itu bukan hanya sekedar mimpi. Apakah itu ingatanku yang dulu? Apakah aku benar-benar Jikyung?” Pikir Jiyeon tak percaya.

 

~~~TBC~~~

Maaf untuk keterlambatannya. Semoga chapter selanjutnya tidak ada hambatan. Doasin saja ya readersdeul…..

tumblr_nat3n7VkYA1sgxhv2o1_500

 

2 Comments Add yours

  1. srilira45678 says:

    Bagaimana klau seandainya jiyeon ingat tentang masa lalu apakah taehyung akan mengiklaskan jiyeon buat leo??atau mereka akan meperebutkan jiyeon

    1. chunniest says:

      Ditunggu ja kelanjutannya ya chingu……

Leave a comment