(Chapter 1) Don’t Cry My Lover

img1452106593966

Chunniest Present

^

Don`t Cry My Lover

(Chapter 1)

^

Main Cast :

Kim Myungsoo (INFINITE) – Park Jiyeon (T-ARA) – Park Shinhye

^

Support Cast :

Na moonhee as Park Moonhee (Aktris)

Park Junghwa (EXID)

Park Yoochun (JYJ)

Kim Taehee as Park Taehee

^

Genre: Familly, drama, romance, School life | Length: Chapther

^

^

Karena HP sedang di sita jadi belum bisa mengedit ff G.R.8.U. Untuk yang sedang menunggu ff itu harap bersabar ya……

^

DON’T BE A SILENT READERS!!!!!

^

^

Jiyeon berjalan menuju kelasnya dengan bekal yang sudah tak berisi. Sesampainya dikelas Jiyeon langsung duduk di tempatnya memasukkan kotak bekal itu ke dalam tas lalu menyiapkan buku pelajaran selanjutnya.

“Darimana saja kau Jiyeon-ah? Dari tadi aku mencarimu.” Ucap Junghwa yang baru saja masuk kelas.

“Aku dari atap sekolah.”

Junghwa duduk di samping Jiyeon dan menatap temannya itu penuh tanda tanya.

“Apa kau sudah menemukannya?”

Dahi Jiyeon mengerut mendengar pertanyaan Junghwa yang membingungkannya.

“Menemukan siapa maksudmu?”

“Pujaan hati yang kau cari tadi.” Semangat Junghwa menjelaskannya.

“YA! Sudah kukatakan dia bukan pujaan hatiku. Tapi aku memang sudah menemukannya.”

Junghwa mendekati Jiyeon dan menatapnya penasaran.

“Jadi siapa namja itu?”

“Kim Myungsoo.”

Ada yang aneh ketika Jiyeon menyebutkan nama itu. Tingkah Junghwa yang semula aktif menjadi nonaktif karena langsung terdiam di tempatnya. Jiyeon memanggil temannya itu namun tak kunjung mendapat respon darinya.

“Junghwa-ah. Kau baik-baik saja? YA!! Jangan menakutiku seperti ini.” Jiyeon mengguncangkan tubuh gadis di hadapannya.

“Justru kau yang membuatku takut Jiyeon-ah. Jangan menyebut nama itu lagi.” Junghwa mengibaskan tangannya seolah nama itu lenyap di udara.

“Memang ada apa dengan nama itu?”

Junghwa menghela nafasnya. “Inilah akibatnya jika tak pernah keluar dari kelas dan bergaul.”

“Jangan menyalahkan kebiasaanku. Cepat katakan ada apa dengan nama itu.”

“Nama namja yang kau sebutkan itu adalah namja paling menakutkan di sekolah ini. Dari berita yang kudengar, minggu lalu dia berkelahi dengan pelajar dari sekolah lain hingga membuatnya koma beberapa hari. Dia namja yang berbahaya Jiyeon-ah. Jangan mendekatinya.” Jelas Junghwa.

“Jika memang begitu mengapa aku tidak pernah mendengar ada pelajar yang ditangkap polisi karena kejadian itu?”

“Itu karena ayah Myungsoo yang merupakan anak dari kepala kepolisian menutupi berita  itu dari berbagai media dan sekolah ini. Tapi kau jangan memberitahukan orang lain soal berita ini karena aku mendengar ini dari abeoji. Jadi selain pihak sekolah sendiri tidak ada yang tahu soal berita ini.”

Mengingat ayah Youngju yang merupakan kepala sekolah di sini membuat yeoja ini mengetahui segala berita yang tidak diketahui orang lain. Jiyeon jadi merinding mengingat ucapan lelaki itu itu.

 

Kau meremehkanku nona Park? Aku yakin jika kau tahu siapa aku, kau tidak akan berani melawan ucapanku. Ingatlah nama Kim Myungsoo.

 

Sepertinya kau sudah berurusan dengan orang yang salah Park Jiyeon, rutuk gadis itu. Jiyeon menjadi takut menemui lelaki itu lagi besok. Tapi jika dia tak menemuinya Myungsoo pasti akan marah dan mencarinya. Jiyeon menggelengkan kepalanya berusaha mengosongkan pikirannya yang tiba-tiba saja dipenuhi nama Kim Myungsoo.

 

*   *   *   *

 

Seorang gadis berjalan menggunakan kruk yang selalu menemaninya selama tiga tahun terakhir ini yang ada di tangan kanannya. Sedangkan di tangan kiri gadis itu membawa sebuah buku memasak. Senyuman gadis itu mengembang mengingat seseorang yang akan diberikannya buku itu.

“Shinhye-ah.” Panggil seseorang membuat gadis itu berbalik.

Namun karena tidak hati-hati kruknya membentur kursi yang tak jauh dari tempatnya berdiri membuat gadis itu kehilangan keseimbangan. Gadis bernama lengkap Park Shinhye itu menutup mata menahan rasa sakit yang akan dirasakannya jika terjatuh. Tiba-tiba tangan seseorang memegang pinggangnya dan menahan tubuh Shinhye yang nyaris menyentuh tanah.

Perlahan gadis itu membuka mata yang langsung bertatapan dengan mata berwarna cinnamon yang begitu megagumkan. Shinyhye menyusuri wajah tampan dibalut kulit putih. Tanpa sadar Shinhye tak mengedipkan matanya memandang lelaki yang sudah menolongnya.

11378121_1641974442756292_136931607_n

“YA! Berhati-hatilah jika berjalan.” Teriak lelaki itu segera menegakkan tubuh Shinhye lalu mengambil kruk yang terjatuh dan di berikan padanya.

Gamsahamnida.” Gadis itu membungkuk lalu mengambil kruknya.

Namun saat dia mendongak lelaki yang telah menolongnya sudah menghilang tanpa jejak. Dilihatnya gadis yang tadi memanggilnya datang menghampirinya.

“Shinhye-ah kau tidak apa-apa? Mianhae gara-gara aku kau hampir saja terjatuh.” Sesal Boram teman sekelasnya.

“Tidak apa-apa. Untung ada Myungsoo yang menolongku.”

“Tumben sekali si devil itu berubah menjadi angel.” Heran Boram melihat sikap Myungsoo yang selalu kasar bisa juga menolong orang lain.

“Entahlah. Ada apa kau memanggilku?” Tanya Shinhye mengalihkan pembicaraan.

“Oh ya. Tadi aku ingin mengajakmu ke perpus mau kan? Ada tugas yang tak aku mengerti dan aku ingin kau membantuku, Mau tidak?”

Mianhae Boram-ah tapi aku ingin menemui dongsaengku dulu, aku sudah janji bertemu dengannya. Mianhae.” Tolak Boa menyesal.

“Tidak apa-apa, kalau begitu aku mengajak Hyomin saja. Sampai nanti” Boram berlari menuju kelas kembali.

Shinhye kembali melanjutkan perjalanan menuju kantin. Dalam perjalanan banyak sekali mata lelaki tertuju ke arah gadis itu. Hal itu tidak mengherankan karena Shinhye memang memiliki wajah yang cantik dengan mata seperti boneka, hidung mancung, bibirnya yang sedikit penuh serta kulitnya yang seputih susu membuat para gadis iri melihatnya. Namun selama ini belum ada lelaki yang bisa merebut hatinya. Sampai di kantin Shinhye segera menghampiri seorang gadis yang sedang asyik meminum orange juicenya.

Eonnie…” Sapa gadis itu saat Shinhye duduk dihadapannya.

“Ini buku yang ingin kuberikan padamu.” Shinhye menyerahkan buku yang dibawanya.

Gomawo eonnie. Aku juga membuatkan bekal untuk eonnie jika eonnie masih lapar.” Jiyeon menyerahkan bekal berwarna pink pada Shinhye.

Gomawo Jiyeon-ah. Bagaimana kabar halmeoni?”

Halmeoni baik-baik saja eonnie. Bagaimana dengan…. dengan appa dan eomma?” Tanya Jiyeon sedikit ragu.

“Mereka baik-baik saja. Meskipun appa sedikit sibuk dengan proyek baru di perusahaannya tapi dia tetap meluangkan waktu untuk makan malam bersama. Apa kau tidak ingin pulang?”

Wajah Jiyeon terlihat sedih mendengar kakaknya yang bersemangat menceritakan orangtua mereka.

“Ingin eonnie tapi kasihan halmeoni sendirian, dia pasti kesepian jika tidak ada aku.”

Jiyeon melirik ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

“Aku kembali ke kelas dulu eonnie tadi ada tugasku yang belum kuselesaikan. Sampai jumpa.”

Tanpa menunggu balasan dari Shinhye, Jiyeon lebih dulu meninggalkan tempat itu. Sang kakak hanya bisa menghela nafas mengingat Jiyeon selalu saja kabur jika dia ingin mengajak adiknya itu pulang.

 

 *   *   *   *

 

Jika bukan karena ancaman dari lelaki berbahaya itu, lagi-lagi Jiyeon harus bangun lebih awal untuk membuatkannya bekal. Dengan panduan dari buku yang diberikan Shinhye kemarin Jiyeon membuatkan bekal makanan untuk Myungsoo.

“Buat bekal lagi?” Tanya Moonhee yang baru saja bangun.

Ne.”Jawab Jiyeon singkat karena sibuk menata makanan ke dalan kotak bekal itu.

“Entah kenapa aku merasa sebentar lagi akan ada pasangan baru.”

Gerakan tangan Jiyeon terhenti mendengar ucapan neneknya. Dia mendongak dan melihat Moonhee tersenyum penuh arti.

Aniyo halmeoni jangan membuat spekulasi yang aneh-aneh.” Jiyeon menggelengkan kepalanya.

Ne..Ne… terserah kau asal jangan kaulupakan halmeonimu yang kelaparan ini.” Ucap Moonhee seperti anak kecil.

Jiyeon mendekati neneknya yang berdiri tak jauh darinya. Kedua tangannya terentang memeluk wanita tua itu dengan erat.

“Aku tidak akan melupakanmu halmeoni. Kau halmeoni terbaik di dunia yang pernah kumiliki.”

Moonhee tersenyum senang mendengar pujian cucunya. Dia menepuk-nepuk lembut tangan Jiyeon yang melingkar di lehernya. Namun Jiyeon tak kunjung melepaskan pelukannya dan malah mendaratkan kepalanya di bahu Moonhee. Hembusan nafas berat terdengar dari mulut Jiyeon.

“Ada apa sayang? Apa terjadi sesuatu?” Cemas Moonhee.

“Aku bertemu dengan eonnie kemarin. Dia menceritakan appa padaku. Aku merasa  iri padanya halmeoni.” Cerita Jiyeon terdengar sedih.

“Sssstt…. Sudahlah hilangkan perasaan itu. Bukankah ada halmeoni di sini. Apa kau ingin meninggalkan yeoja tua ini?”

Jiyeon melepaskan pelukannya dan tersenyum pada orang yang sudah dianggap orangtuanya sendiri.

“Tentu saja tidak halmeoni, aku tidak akan pernah meninggalkan halmeoni.” Moonhee mengacak rambut Jiyeon, kebiasaan yang selalu dilakukan nenek yang membuat Jiyeon merasa sangat disayangi.

“Baguslah kalau begitu cepat selesaikan bekalmu atau kalau tidak kau akan terlambat ke sekolah.”

Jiyeoon melirik jam dinding di ruangan itu dan seketika wajahnya terkejut melihat kurang 20 menit lagi akan masuk.

“Ommo!! Aku bisa terlambat.” Dengan tergesa-gesa Jiyeon segera menyelesaikan dua bekal yang dibuatnya.

Setelah selesai Jiyeon melepaskan celemek yang dipakainya lalu mengambil dua bekal itu dan dimasukkan ke dalam tas. Setelah semua selesai Jiyeon menghampiri Moonhee yang membukakan pintu untuknya. Ciuman mendarat di pipi Moonhee sekilas sebelum pergi meninggalkannya.

“Aku pergi dulu halmeoni.” Pamit Jiyeon.

Ne hati-hati di jalan.” Ucap Moonhee melambaikan tangannya mengiringi kepergian cucunya.

Setelah Jiyeon menghilang dari penglihatannya, wajah Moonhee berubah sedih. Dia kembali masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu yang mungil. Diraihnya sebuah pigura foto yang ditaruh di atas meja. Dalam foto itu terlihat Park Yoochun merangkul bahu istrinya, Park Taehee. Sedangkan di depan mereka Shinhye tampak memeluk adik kesayangannya Jiyeon.

Air mata menetes menuruni pipi wanita itu. Namun segera dia menghapusnya. Moonhee meletakkan kembali pigura itu dan kembali ke kamarnya.

 

*   *   *   *

 

Istirahat yang ditunggu-tunggu oleh siswa akhirnya datang juga. Namun berbeda dengan Jiyeon yang sepertinya enggan menanti istirahat. Gadis itu mengambil tas kecilnya dan segera menuju atap sekolah untuk menemui lelaki yang menunggunya. Di atap sesuai dengan ucapannya Myungsoo, dia telah menunggu gadis itu. Saat melihat kedatangan Jiyeon, senyum yang jarang diperlihatkan di depan orang lain akhirnya keluar menghiasi wajahnya.

“Kau datang juga?” Ucap Myungsoo saat Jiyeon sudah berdiri di hadapannya.

Ne. Aku tidak mau membuat keributan di kelasku gara-gara kehadiranmu.” Myungsoo kembali tersenyum melihat wajah cemberut gadis itu.

“Jadi kau sudah tahu siapa aku?” Goda Myungsoo.

Ne. Dan sepertinya aku sudah salah menilaimu.”

“Salah menilaiku? Memangnya sebelumnya kau menilaiku seperti apa?” Penasaran Myungsoo

“Kukira kau adalah namja yang baik karena mau meminjamkan saputanganmu tapi ternyata aku salah setelah tahu siapa Kim Myungsoo sebenarnya.”

Ujung bibir Myungsoo terangkat membuat Jiyeon merinding melihatnya sampai-sampai gadis itu mundur satu langkah menjaga jarak.

“Jadi apa kau takut padaku?” Myungsoo bergerak maju mendekati Jiyeon seiring gadis itu berjalan mundur menjauhinya.

“Uu…untuk apa aku takut padamu.”

Jiyeon pura-pura berani padahal dalam hatinya dia merasa takut jika saja Myungsoo akan memukulnya hinga masuk ke rumah sakit.

“Baguslah. Jadi mana?” Myungsoo mengulurkan tangannya diikuti tatapan bertanya Jiyeon..

“Mana apanya?” Tanya Jiyeon dengan polosnya.

“Bekalnya lha. Aku sudah lapar nih.” Jiyeon mengeluarkan bekal berwarna hijau seperti kemarin lalu menyerahkannya pada lelaki itu.

Myungsoo menerima bekal itu lalu menarik Jiyeon untuk duduk di sebelahnya seperti kemarin. Lelaki itu menoleh dan melihat wajah Jiyeon yang sudah pucat karena ketakutan.

“Tenang saja, aku tidak akan menyakitimu.”

Meskipun Myungsoo sudah berkata seperti itu namun Jiyeon tetap bersikap waspada jika saja ucapan lelaki itu hanyalah bualan belaka. Melihat Myungsoo yang lahap makan, membuat perut Jiyeon terasa lapar. Dia mengeluarkan bekal lain dalam tasnya.

“Kau membawa dua bekal?” Tanya Myungsoo melihat bekal berwarna merah di tangan Jiyeon.

“Tentu saja kau pikir aku harus berdiam diri melihatmu menghabiskan bekalmu?”

Jiyeon membuka bekalnya lalu makan dengan sangat lahap mengingat tadi pagi gadis itu tidak sempat sarapan karena takut terlambat. Mereka berdua makan tanpa ada pembicaraan apapun. Jiyeon melirik lelaki yang duduk di sampingnya. Gadis itu merasa Myungsoo tidak seseram yang di ceritakan Junghwa. Lelaki itu terlihat layaknya murid biasa lainnya.

“Apa kau masih terpesona dengan ketampananku?” Tanya Myungsoo tanpa mengalihkan perhatiannya dari makanannya.

Nde?”

“Apa aku sebegitu tampan sampai kau melihatku terus?”

Jiyeon membuang muka merasa malu karena tertangkap basah melihat wajah Myungsoo yang terlalu percaya diri itu.

“Jangan terlalu percaya diri Myungsoo-ssi. Aku rasa masih banyak namja yang lebih tampan darimu.” Jiyeon melanjutkan kembali makannya.

“Lalu kenapa kau lebih suka melihatku? Kulihat di kelas kau tidak banyak bergaul dengan namja lain?”

“Uuhhhhuukkk….Uhhuuukkk…..” Jiyeon segera mengambil botol lalu meminumnya untuk meredakan tenggorokkannya yang tersedak.

“Sudah cukup tidak boleh ada pembicaraan saat makan.” Kesal Jiyeon membuat Myungsoo tesenyum penuh kemenangan.

 

*   *   *   *

 

Sudah dua minggu Myungsoo mengenal Jiyeon. Setiap istirahat mereka selalu makan bersama di atap sekolah. Myungsoo suka sekali menggoda gadis itu, terlebih saat melihat kedua pipi Jiyeon bagaikan kepiting rebus karena malu.

Dari kebersamaan mereka, Jiyeon tak lagi takut pada Myungsoo. Gadis itu merasa Myungsoo tidaklah seseram yang Junghwa katakan. Memang sih lelaki bermarga Kim itu memang termasuk murid yang tidak mentaati peraturan, namun selebihnya Myungsoo tidak menyeramkan di hadapan Jiyeon.

Bahkan Myungsoo sering memperlihat senyuman dan tawa saat bersama gadis itu. Dan senyuman itu, entah mengapa semakin dilihat semakin membuat jantung Jiyeon berdebar. Tidak hanya saat bersama saja namun ketika tidak bersama pun, Jiyeon tak henti-hentinya memikirkan lelaki itu.

“Mengapa kau senyum-senyum sendiri Jiyeon-ah?” Sebuah suara menyadarkan Jiyeon dari lamunannya.

Gadis itu menegakkan tubuhnya yang tiduran di ranjang. Dia melihat neneknya sudah berdiri bersandar pada tepian pintu.

“Apa aku melakukannya?” Jiyeon tidak sadar jika sedari tadi bibirnya tak henti-hentinya menyunggingkan senyuman.

Moonhee menghampiri cucunya dan duduk di tepi ranjang. Rambut Moonhee yang sudah memutih bergerak seiring anggukkan kepalanya.

“Jadi apa yang membuat cucuku tersayang ini senyum-senyum sendiri seperti pasien rumah sakit jiwa?”

“Aku tidak gila halmeoni. Hanya saja…..”

Alis kanan Moonhee terangkat mendengar kata-kata yang menggantung dari Jiyeon. “Hanya saja apa?”

Jiyeon menunduk malu dan hanya membuangkam mulutnya. Tangan Moonhee terulur mengelus puncak kepala gadis itu.

“Bukankah kau selalu menceritakan apapun pada halmeoni? Kenapa sekarang kau diam saja? Apa kau tidak percaya pada halmeoni?”

Jiyeon mendongak dan menggelengkan kepalanya. “Tentu saja aku percaya pada halmeoni, hanya saja apa yang aku ceritakan ini sangat memalukan.”

“Apa sememalukan kau dikejar-kejar angsa hingga masuk kolam?”

Tawa Jiyeon pecah mengingat kejadian 5 tahun yang lalu. Dan kejadian itu adalah kejadian paling memalukan yang pernah gadis itu alami.

“Ceritakanlah, halmeoni ingin mendengarnya. Apakah hal ini berhubungan dengan seseorang yang kau beri bekal itu?”

Kepala Jiyeon mengangguk antusias. “Ne. Ini tentangnya. Aku sudah mengenalnya selama dua minggu ini halmeoni. Dia namja yang tidak buruk meskipun terkadang menyebalkan.”

“Apa kau menyukainya?”

Seketika kedua pipi Jiyeon merona merah membuat wanita tua itu tahu jika tebakannya memang benar.

“Lalu apakah kalian sudah pacaran?” Tanya Moonhee kembali.

Jiyeon menggeleng lemah.

“Mengapa kau tak mengatakan perasaanmu padanya?” Usul sang nenek membuat mata Jiyeon membulat sempurna.

“Mana mungkin aku melakukannya halmeoni. Aku… Aku terlalu malu mengatakan hal itu padanya.”

“Jika itu memang perasaanmu, untuk apa kau malu mengatakannya? Kau hanya perlu mengutarakan apa yang dikatakan hatimu saja.”

Jiyeon tersenyum menatap neneknya. “Entahlah halmeoni, aku akan memikirkannya.”

Tangan Moonhee mengelus pipi cucunya dengan penuh sayang. “Halmeoni tidak memaksamu, Halmeoni hanya ingin kau bahagia.”

Jiyeon tersenyum lebar lalu memeluk Moonhee erat. Seakan mengatakan jika gadis itu begitu menyayangi neneknya.

 

*   *   *   *

 

Semenjak pertolongan yang tidak di sengaja itu, diam-diam Shinhye sering melihat Myungsoo yang bermain basket saat jam pulang sekolah. Bahkan gadis cantik itu merelakan jam lesnya mundur hanya demi bisa melihat lelaki itu. Karena saat istirahat susah menemukan lelaki itu jadi Shinhye tak menyia-nyiakan kesempatan ini.

Myungsoo berlari dengan mendrible bola menuju ring lawan. Sudah satu jam lelaki itu bermain sehingga tidak heran keringat membasahi kaos putih yang di kenakannya.

Shinhye yang duduk di perpustakaan membolak-balik buku di depannya tanpa berniat untuk membacanya. Tatapan gadis itu tertuju pada lelaki yang meloncat dan memasukkan bola ke ring. Senyuman lebar menghiasi wajah gadis itu karena ikut senang dengan kemenangan tim Myungsoo.

Segera semua teman satu tim Myungsoo langsung mengerumuni lelaki itu dan merayakan kemenangan mereka. Shinhye tidak mengenal semua teman-teman Myungsoo kecuali lelaki yang saat ini merangkul leher Myungsoo dan membawanya ke pinggir lapangan. Lelaki itu bernama Kim Jongin, dia pernah menyatakan suka pada Shinhye namun gadis itu menolaknya karena dia tahu Jongin adalah playboy yang hanya ingin bermain-main dengan gadis-gadis.

Sebelum duduk di pinggir lapangan Myungsoo yang menyadari tatapan Shinhye langsung bertemu pandang dengan gadis itu. Kedua sudut bibir Shinhye terangkat berusaha memperlihatnya senyuman manis yang bisa dibuatnya. Tak ada ekspresi apapun yang ditunjukkan oleh Myungsoo. Namun sayang moment itu harus terganggu karena Jongin memberinya botol air putih dan menariknya duduk di kursi.

Meskipun hanya sesaat namun hati Shinhhye seakan bertumbuhan bunga-bunga cantik yang menunjukkan perasaan senangnya. Deringan telpon menyadarkan gadis itu. Dia meraih ponsel yang berteriak untuk diangkat.

“Shinhye-ah, apa kau sudah selesai dengan tambahan pelajarannya? Eomma sudah menunggu di depan sekolah.” Suara merdu seorang wanita keluar dari ujung telpon.

Shinhye memang berbohong pada ibunya agar dia bisa memiliki waktu memandang lelaki yang sudah menarik perhatiannya.

Ne eomma. Ini aku sudah keluar kelas. Aku akan segera keluar.”

“Baiklah. Eomma menunggu.”

Shinhye mengembalikan buku yang dipegangnya sebelum akhirnya berjalan keluar. Suara kruk membentur lantai mengiringi perjalanan gadis itu. Meskipun sedikit susah namun Shinhye sudah terbuasa menggunakan tongkat pembantu itu. Dia lebih memilih menggunakan kruk daripada kursi roda yang akan membuatnya terlihat merana.

Tak lama kemudian gadis itu sudah sampai di depan mobil sedan ibunya yang berwarna putih. Dia masuk ke dalam dan melihat Taehee dalam balutan sheath dress berwarna hitam dengan bagian depan terlihat seperti kanvas dengan lukisan berwarna-warni dan dipadukan dengan blazer berwarna cornsilk tengah tersenyum padanya.

kim-tae-hee-isabey-de-paris-20

“Bagaimana sekolahnya hari ini?” Tanya wanita yang tak lain adalah ibu Shinhye.

“Sangat baik.” Jawab Shinhye tersenym lebar.

“Apakah terjadi sesuatu hari ini? Kau tampak terlihat sangat bahagia?”

“Tidak terjadi apa-apa eomma. Sebaiknya kita segera pergi eomma sebelum aku terlambat les.”

Taehee mengangguk dan langsung menyalakan mobilnya. Sedan putih itu melesat meninggalkan area sekolah.

Sedangkan di lapangan Myungsoo tengah meneguk botol minum yang disodorkan Jongin. Hanya dalam waktu beberapa detik saja air dalam botol itu sudah disapu bersih oleh Myungsoo. Nafasnya terengah-engah terlalu lelah habis bermain basket. Myungsoo mengeluarkan ponselnya dan mengetik sebuah pesan.

 

To ; Crying Girl

YA!! Kenapa kau tidak datang menontonku bermain basket?

 

Pesan itu terkirim dan Myungsoo hanya memandang ponselnya menunggu balasan dari gadis yang dikiriminya pesan. Jemari Myungsoo menekan icon galeri. Bibirnya melengkung membentuk sebuah senyuman ketika melihat foto yang doiam-diam diambilnya. Dalam foto tersebut terlihat Jiyeon tengah memandang ke langit tanpa sadar dirinya tengah mengambil foto gadis itu. Sebuah pesan masuk mengalihkan perhatian lelaki itu.

 

From : Crying Girl

Aku sedang sibuk. Lagipula sudah banyak yang menontonmu bukan?

 

Myungsoo melihat sekelilingnya memang banyak sekali gadis-gadis yang datang menonton dan mendukungnya tapi tetap saja lelaki itu ingin Jiyeon datang agar dia bisa memperlihatkan kehebatannya bermain basket. Myungsoo kembali mengetik pesan balasan. Lelaki itu tak henti-hentinya tersenyum bahkan setelah pesan yang diketiknya terkirim.

“YA!!Apa otakmu sedang bermasalah? Dari tadi kulihat kau tersenyum-senyum sendiri.” Ucap Jongin yang menatapnya aneh.

“Otakku baik-baik saja tidak ada masalah. Ehm Jongin-ah bukankah kau adalah flower boy di sekolah ini, menurutmu yeoja lebih suka di ajak pergi ke mana?” Tanya Myungsoo meminta pendapat pada si ahli memikat gadis ini.

“Tergantung yeojanya sih, tapi biasanya yeoja suka diajak ke taman hiburan apalagi naik bianglala adalah hal yang romantis bagi setiap yeoja. Wae? Tumben sekali kau membicarakan yeoja, apa ada yeoja yang kau sukai? Siapa? Apa aku mengenalnya?” Tanya Jongin beruntut.

“Kau tidak perlu tahu. Gomawo sarannya.” Myungsoo pergi meninggalkan Jongin yang masih saja memanggilku untuk minta penjelasan.

 

*   *   *   *

 

Jiyeon kembali mengepel lantai setelah membalas pesan dari Myungsoo. Sebenarnya pulang sekolah tadi Jiyeon memang berencana ingin menonton lelaki yang disukainya itu bermain basket. Namun melihat banyak sekali gadis yang sudah mengelilingi lapangan membuat Jiyeon mengurungkan niatnya.

Ponsel di sakunya kembali bergetar. Dia menghentikan pekerjaan dan membaca satu pesan yang baru saja masuk.

 

From : Namja berbahaya

Lain kali kau harus menontonnya. Kalau tidak aku akan menyeretmu dan mendudukkannya di kursi paling depan.

 

“Ciih… Dasar pemaksa.” Jiyeon tersenyum sendiri membaca pesan itu. Dia tidak menyangka Myungsoo benar-benar ingin dia melihatnya bermain bola.

Tanpa gadis itu sadari neneknya yang sedang membersihkan dapur juga ikut tersenyum melihat cucunya tampak lebih bahagia.

 

*   *   *   *

 

Suara sendok yang membentur piring memecahkan kesunyian dalam acara makan malam keluarga Park. Sang kepala keluarga, Park Yoochun, duduk di ujung meja makan tanpa berniat berbicara sedikitpun. Shinhye yang duduk di samping memandang ibunya yang duduk di hadapannya. Tatapan gadis itu beralih ke kursi kosong di sampingnya.

Dulu Jiyeon akan duduk di kursi itu dan akan meramaikan acara makan malam mereka dengan cerita konyolnya. Tawa semua anggota keluarga pasti akan pecah mendengar cerita Jiyeon. Berbeda dengan adiknya Shinhye tidaklah pintar meramaikan suasana. Karena situasi sudah berubah dan Shinhye merindukan moment-moment itu.

Hanya dalam waktu 30 menit acara makan malam keluarga itu selesai dan acara kebersamaan itu juga selesai. Mereka seakan sibuk dengan dunia mereka masing-masing setelah makan malam. Yoochun beranjak menuju kamar, sedangkan Taehee kembali ke ruang kerja untuk kembali sibuk dengan design-design pakaian rancangannya. Hanya Shinhye yang masih bertahan di meja makan.

Helaan nafas berat keluar dari mulut gadis itu. Dia pun meraih kruknya dan berjalan meninggalkan meja makan. Dia berjalan menuju sebuah kamar yang bukan miliknya. Lebih tepatnya kamar itu dulunya adalah kamar Jiyeon. Jika sedang merindukan adiknya itu, Shinhye akan datang ke kamarnya.

Pintu kamar Jiyeon terbuka sedikit dan langkah Shinhye terhenti saat melihat seseorang sudah lebih dulu di dalam kamar itu. Gadis itu terkejut mendapati sang ayahlah yang berdiri membelakanginya. Shinhye melihat Yoochun meraih foto yang terpajang rapi di meja nakas. Jemari lelaki itu menyentuh foto itu dan ada sesuatu yang lebih mengejutkan Shinhye. Tetesan air mata jatuh di atas pigur itu membuat gadis itu tahu sang ayah tengah menangis. Lelaki itu juga merasakan hal yang sama dengan Shinhye. Mereka sama-sama merindukan Jiyeon.

Shinhye berbalik dan air mata juga sudah menggenang di matanya. Dia senang ternyata tidak hanya dia saja yang merindukan Jiyeon.

“Jiyeon-ah, kembalilah. Kami sangat merindukanmu.” Gumam Shinhye menghapus air matanya dan berjalan menuju kamarnya.

 

~~~TBC~~~

Maaf jika masih banyak typo karena author hanyalah manusia biasa yang tentu bisa melakukan kesalahan. Terimakasih sudah baca FF ini….

original

 

 

 

 

10 Comments Add yours

  1. srilira45678 says:

    Kenapa jiyeon enggak mau pulang kerumahnya ya??wah bakal ada cinta segi berapa ni antara jiyeon-myungsoo-park sihye-jongin…

    1. chunniest says:

      Segiempat hee…hee….. Ada sesuatu yang membuat Jiyeon tidak bisa pulang ke rumahnya sendiri. Di tunggu ja kelanjutannya ya chingu….

  2. myungly says:

    Kenapa sih tidur nggak mau pulang ke rumahnya… Apa ada masalah sama orang tuanya… Kayaknya Myungsoo dan Jiyeon saling mencintai,, semoga aja nanti ending’y myungyeon bersatu,,,
    next,,

    1. chunniest says:

      Doakan saja ya…. Gomawo

  3. myungly says:

    Kenapa sih jiyeon nggak mau pulang ke rumahnya… Apa ada masalah sama orang tuanya…??? Kayaknya Myungsoo dan Jiyeon saling mencintai,, semoga aja nanti ending’y myungyeon bersatu,,,
    next,,

    1. chunniest says:

      Doakan saja ya chingu….

  4. nova says:

    Penasaran alasannya jiyeon gak tinggal bareng sama ortunya.. pasti ada alasan laen selain karna takut meninggalkan halmoni..

    1. chunniest says:

      Dah ada chapter 2 nya chingu….

  5. 7891996 says:

    actually I’m newbie here.. bingung mau komen apa tapi over all suka bgt sama ceritanya karakternya myungsoo aneh dia si tukang onar tapi gak tau gimana berurusan sama perempuan haha

    1. chunniest says:

      Halo salam kenal. Panggil pa nih kok cuma nomor doang? Makasih dah mau komen. Jangan kapok ya baca n komen cerita q.

Leave a comment